Bisnis.com, JAKARTA — Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengakui bahwa masih banyak barang beredar yang belum dilengkapi dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain kesadaran yang kurang, ketersediaan infrastruktur pengujian juga jadi kendala.
Direktur Sistem Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN Konny Sagala mengatakan, hingga awal Maret 2019, terdapat 4.010 produk yang telah ber-SNI. “Tahun ini, target produk untuk ber-SNI sesuai dengan Indikator Kinerja Utama itu sekitar 300 produk,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Dia mengakui masih banyak barang beredar yang belum memiliki SNI karena setiap SNI memiliki persyaratan mutu dan parameter uji yang berbeda-beda. Selain itu, faktor penghambat produk untuk ber-SNI adalah kemampuan industri untuk menerapkan standardisasi.
Lalu, kurangnya infrastruktur penilaian kesesuaian dalam mendukung penerapan SNI seperti fasilitas uji laboratoriun dan lembaga sertifikasi. Tak hanya itu, belum semua pengusaha sadar untuk menerapkan SNI.
“Perhatian masyarakat terhadap produk yang menggunakan tanda SNI juga masih kurang,” kata Konny.
Kepala BSN Bambang Prasetya menuturkan, SNI akan berdampak pada promosi produk bermutu dan daya saing produk RI di pasar global. Terlebih, saat ini Indonesia sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0 di mana standardisasi menjadi penting untuk merespons kebutuhan era ini.
Baca Juga
Pada era Revolusi Industri 4.0, sudah ada 223 SNI diterapkan, sedangkan untuk mendukung konsep Industri 5.0 nantinya, akan ada 504 SNI yang diterapkan.
Untuk itu, demi menjamin mutu, keselamatan, dan kemananan dalam menggunakan teknologi inovasi, penerapan SNI menjadi sangat penting. Seperti diketahui, SNI adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. Tanda SNI merupakan bukti bahwa produk telah memenuhi acuan yang dipersyaratkan dalam SNI.