Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengadakan kunjungan kepada pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di Pasar Tanah Abang. Sebagian pelaku IKM mengeluhkan ketersediaan kain impor untuk diproses menjadi pakaian jadi.
Salah satu pelaku IKM Tekstil di Tanah Abang, Asep, 43 tahun, mengatakan sebagian besar pelaku IKM di Tanah Abang membutuhkan kain impor. Pasalnya, menurutnya, para pelaku IKM pun kini bersaing dengan produk jadi impor di pasaran.
“Tahun lalu mudah didapatkan [kain jadi impor], sekarang ini sulit. Padahal sekarang ini kebanyakan [produsen] memproduksi [kain jadi] impor,” ujarnya, Senin (20/5/2019).
Asep menghitung para pelaku IKM di Tanah Abang membutuhkan 50% dari kapasitas produksinya masing-masing, Adapun, selebihnya dipenuhi oleh kain jadi yang diproduksi di dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal API Ernovian G. Ismy menyampaikan asosiasi mendukung kebijakan pembatasan impor. Akan tetapi, imbuhnya, otoritas juga harus memperhatikan ketersediaan kain jadi di dalam negeri sebelum membatasi impor. “Jangan sampai nanti kekurangan [bahan baku] tapi tidak ada solusi,” paparnya.
Ernovian mengutarakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kini tengah melakukan harmonisasi terkait ketersediaan bahan baku di masing-masing sektor industri TPT. Menurutnya, harmonisasi antar sektor dalam industri TPT menjadi penting agar industri TPT dapat bertahan di era globalisasi.
“Sekarang [di era] globalisasi yang kita hadapi bukan per perusahaan, tapi per negara yang kita hadapi. Berarti, kita harus bersatu. Selama kita [tidak ada harmonisasi antar sektor], ini susah,” ucapnya.
Asosiasi, ujarnya, tengah melakukan survei mengenai kebutuhan bahan baku di masing-masing industri untuk mengukur kebutuhan impor masing-masing sektor di industri TPT. Selain itu, lanjutnya, survei ini juga bertujuan untuk menghindari mismatch antara tingkat produksi dan permintaan dalam industri TPT.
Sebelumnya, Ernovian menjelaskan salah satu sumber masalah industri TPT adalah tidak adanya pendataan mengenai kapasitas produksi dan realisasi produksi pada industri kain. Selain itu, produsen kain lokal takut melakukan ekspansi kapasitas produksi berkat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Baku Mutu Air Limbah.
“Tidak ada harmonisasi kerja sama. Kalau masing-masing sektor bisa kerja sama untuk mengetahui berapa produksinya, berapa kebutuhannya, kenapa harus impor?” paparnya