Bisnis.com, JAKARTA — Data harga kebutuhan pokok yang dikumpulkan Kementerian Perdagangan sering meleset. Kondisi ini membuat kebijakan intervensi pasar pemerintah sering salah sasaran.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri berpendapat data barang kebutuhan pokok dan penting (bapokting) yang ditampilkan di SP2KP kepada Kementerian Perdagangan tidak akurat. Kondisi itu membuat kebijakan stabilisasi stok dan harga pangan yang diambil pemerintah, terutama Kemendag, sering terlambat atau tidak tepat ketika dieksekusi.
“Coba lihat, selama ini Kemendag mengklaim harga bapokting aman dan terkendali, padahal kondisi nyata di lapangan tidak seperti itu. Sebab, mereka mengacu pada data yang ada di SP2KP yang sebenarnya keakuratannya kami ragukan,” jelasnya, Senin (10/6)
Dia mencontohkan, harga rata-rata riil bawang merah saat ini menembus Rp42.000/kg, tetapi data yang dimiliki Kemendag menyebut harganya Rp35.000/kg. Kondisi serupa juga terjadi pada komoditas bawang putih, daging sapi, daging ayam, dan telur ayam.
“Akibatnya, Kemendag sering kali baru bergerak setelah ada teriakan dari pelaku pasar atau pemberitaan di media. Kebijakan itu sangat tidak tepat, karena salah satu tugas mereka mengantisipasi gejolak harga, bukan bergerak ketika sudah bergejolak,” paparnya.
Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Maulana mengatakan, pemanfaatan SP2KP sebagai medium pengendalian harga dan stok bapokting di pasar tidak optimal.
Baca Juga
“Tidak akuratnya data yang ada di SP2KP dan sulitnya mengakses portal tersebut adalah bentuk ketidakjujuran dan ketidakterbukaan pemerintah kepada publik. Di sisi lain, ketika data yang menjadi dasar pengambilan kebijakan saja sudah salah, tentu eksekusi kebijakannya juga salah,” jelasnya.
Akibatnya, sebut Maulana, persoalan fluktuasi harga bapokting akibat data stok yang tidak akurat berulang kali terjadi dan membebani masyarakat.
Adapun, berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK Semester I/2018 disebtukan bahwa pengelolaan data dan informasi yang dimiliki Kemendag belum dimanfaatkan dan disajikan secara akurat, tepat guna dan mudah diakses masyarakat.
Hal itu, menurut BPK, terlihat dari masih terdapatnya perbedaan harga yang dimasukkan ke dalam SP2KP dengan dokumen sumber. BPK juga menemukan fakta bahwa variabel yang diatur dalam SP2KP tidak sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam sejumlah peraturan menteri perdagangan (permendag). Salah satu ketidaksesuaian itu terjadi pada komoditas beras. Klasifikasi atau kualitas beras di SP2KP tidak sama dengan Permendag No. 57/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras.
Selain itu, mekanisme dan sistem pemantauan barang kebutuhan pokok, dinilai oleh BPK tidak konsisten. Di sisi lain, BPK juga menemukan tidak adanya mekanisme pengujian atas data stok yang dimasukkan dalam SP2KP.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti mengaku saat ini Kemendag telah memiliki sistem baru untuk mendata harga dan stok bapokting, yang dilansir di Bandung pada 20 Maret 2019.