Bisnis.com, JAKARTA – Perang dagang yang tak kunjung menemukan solusi antara Amerika Serikat dan China membuat pasar di seluruh dunia terguncang.
Pasar real estat salah satunya juga menjadi korban. Berdasarkan data Savills Asia Pasifik pada kuartal I/2019, tingkat sewa dan nilai jual properti di Shanghai dan Beijing terus anjlok, dan itu sama sekali bukan kabar baik.
Namun, bagi investor real estat di Asia Pasifik, masih ada kabar yang membahagiakan terkait dengan geopolitik dan prospek perekonomian dari masing-masing wilayah.
Kepala Bidang Riset Savills Asia Pasifik Simon Smith mengatakan, faktor pertama adalah bahwa tidak ada yang menginginkan perang dagang untuk berlangsung lebih lama lagi.
“Kondisinya, Presiden AS Donald Trump akan segera melangsungkan kampanye dan pastinya perlu dukungan. China, walaupun tidak dalam posisi politik yang sama, masih perlu akses untuk masuk ke pasar AS,” katanya dalam laporan tertulis, Rabu (3/7/2019).
Kedua, China kini tak hanya sekadar negara yang perekonomiannya bergantung pada manufaktur dan ekspor. Konsumen China yang terus berkembang juga menjadi pendukung perekonomian Negeri Panda itu, seiring perekonomiannya yang kembali seimbang.
Baca Juga
China saat ini sudah menjadi pusat inovasi, dengan adanya pengembangan sejumlah perusahaan teknologi yang menghasilkan berbagai produk dan layanan. Perusahaan-perusahaan di China sudah membukukan 12.589 paten dari AS tahun lalu, naik 17% dari 2017.
Terakhir, dan yang terpenting, Asia Pasifik bukanlah ‘perluasan’ dari China. Di India, 600 juta orang mendukung Narendra Modi untuk kembali ke pemerintahan. Kemenangan itu berhasil membawa reformasi ekonomi yang segera membuahkan hasil.
“Potensi India terus bertumbuh, saat ini saja sudah menjadi tujuan utama untuk menjadi pusat real estat global,” lanjutnya.
Kemudian, negara berkembang seperti Indoenesia, Vietnam, dan Filipina juga memiliki potensi yang tak terbendung serta memiliki demografis yang fantastis. Populasi total dari tiga negara itu mencapai 470 juta orang, dan rata-rata usianya 30 tahun di Indonesia dan Vietnam dan 24 di Filipina.
“Di Indonesia, terpilih kembalinya Joko Widodo sebagai presiden pada Mei juga membawa keuntungan bagi para pebisnis. Kemudian, selesainya fase pertama MRT, dan sejumlah infrastruktur lainnya yang masih dibangun membuat Indonesia makin menarik di mata investor real estat global,” jelasnya.