Bisnis.com, JAKARTA — Volume dan nilai ekspor karet mentah Indonesia pada tahun ini diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo memperkirakan, sepanjang tahun ini volume ekspor karet mentah Indonesia akan turun sekitar 400.000 ton dari capaian tahun lalu sebesar 2,95 juta ton.
Hal itu, menurutnya, selain disebabkan oleh penerapan skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) juga disebabkan oleh adanya gangguan penyakit yang menjangkiti perkebunan karet Indonesia.
“Sepanjang semester I/2019 ekspor kita sudah turun 16% secara tahunan atau ekuivalen 200.000 ton. Perkiraan kami penurunan dengan volume hampir serupa akan terjadi pada semester II/2019, sebab serangan penyakit ini berpeluang meluas nantinya. Kondisi ini menjadi kendala tersendiri bagi kami, sebab secara nilai otomatis juga akan turun,” jelasnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Kendati demikian, dia tidak dapat menyebutkan berapa proyeksi besaran penurunan nilai ekspor karet alam tahun ini. Pasalnya, nilai ekspor akan sangat berkaitan erat dengan harga di pasar global.
Dia menambahkan, saat ini harga karet alam masih berada pada posisi yang bisa ditoleransi, lantaran adanya skema AETS yang dilaksanakan oleh negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia.
Namun, ke depannya, dia tidak bisa menjamin harga akan tetap berada pada posisi normal, lantaran isu yang berkembang saat ini, pasokan karet dunia masih melimpah dan terdapat penurunan permintaan dari pasar global.
“Kondisi tersebut menjadi anomali tersendiri. Sebab, dari Indonesia pasokan terganggu karena penyakit, di Thailand pasokan juga terganggu karena efek kekeringan,” lanjutnya.