Bagaimana menyiasati utilisasi kendaraan angkutan barang tetap optimal?
Dulu, sebelum masuk ke era digitalisasi seperti saat ini, kami berpikir ke arah kolaborasi, yakni bagaimana kami menciptakan kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Karena permasalahan di bisnis angkutan ini sama, yakni utilisasi kendaraan itu sendiri, seringkali problem kami itu macet di jalan, macet di bongkaran dan macet di muatan. Lebih parah ketika Solar dibatasi, macet di POM bensin juga.
Nah, kalau macet di jalan ini sesuatu yang kami semua mau enggak mau harus dihadapi. Pengusaha truk di 5 tahun belakangan ini mengalami penurunan utilisasi yang sangat signifikan. Bisa dari biasanya 20—25 trip ke 12—16 trip. Penurunannya bisa sekitar 40%.
Kolaborasi antara pemilik kendaraan dan pemilik barang menjadi penting. Kami harus kolaborasi dengan customer untuk men-streamline proses mereka. Artinya, kalau mereka bisa lebih cepat saat muat dan lebih cepat saat bongkarnya, akan lebih efisien. Setidaknya kalau kami kena macet di jalan, itu kita alami bersama.
Namun, kalau bongkar dan muatnya di tempat konsumen itu lama, hal tersebut menjadi pain kami bersama. Itu yang kami lakukan dengan beberapa customer untuk men-streamline proses bongkar muat, misalnya dengan truk pallet sehingga bongkar muatnya lebih cepat. Paling tidak, itu dua faktor yang bisa sama-sama kami efektifkan sehingga nanti cost saving-nya bisa kami share.
Apa lagi yang menjadi tantangan terbesar di bisnis ini?
Tantangan saat ini terkait dengan visibilitas. Banyak customer menuntut visibility akhir-akhir ini. Argumentasinya seperti orang beli pensil online di marketplace, yang bisa ketahuan kapan barang diambil, dikirim dan terkirim kapan.
Sementara itu, truk yang barangnya lebih besar, masak enggak bisa terdeteksi pergerakannya? Oleh sebab itu, kami sedang dorong pakai GPS [global positioning system]. Tapi, GPS yang ada saat ini terlalu eksklusif, maksudnya GPS yang dipakai hanya bisa dilihat oleh perusahaan angkutan yang punya GPS itu sendiri.
Nah, kami mau coba untuk dapat menggabungkan semua GPS provider dan men-share ke konsumen GPS access itu. Intinya keberadaan truk juga bisa mereka monitor. Jadi sisi visibility mereka juga tahu. Itu sedang kami dorong.
Tantangan utama berikutnya, driver. Truk itu bisa beli, tetapi driver tidak bisa beli. Seiring dengan berjalannya waktu, upah minimum terus naik, sedangkan perusahaan angkutan itu agak antik. Karena selain persaingan ketat, harga enggak akan naik kalau Solar enggak naik alias tidak elastis.
Jadi ketika pernah ada kebijakan pembatasan Solar, kami protes keras. Makanya, lebih baik dinaikkan saja, karena kalau macet gara-gara antrean, itu membuat utilitas berkurang.
Selain itu, dulu driver itu bawa kenek. Sekarang paling 30% driver tidak bawa kenek. Dulu bisa 25 rit, sekali pulang dari 25 rit itu bawa Rp1 juta, jadi total Rp25 juta. Sekarang hanya 12 rit, hanya bawa Rp12 juta, masak dibagi dua juga dengan kenek? Nah akhirnya yang terjadi mendingan enggak bawa.
Lama-lama, uang jalan tertekan dan ongkos enggak bisa naik juga, tetapi biaya hidup menanjak terus. Makanya, sekarang banyak pengemudi memilih jadi driver ojek online. Mungkin lebih mudah. Jadi, saya rasa itu tantangan di industri ini.
Kami tidak berdiam diri saja. Berikutnya, kami juga lakukan penguatan sumber daya manusia yakni para driver ini. Hal itu untuk mengurangi kecelakaan dan kerugian yang harus ditanggung akibat peristiwa kecelakaan tersebut. Makanya, kami punya training center sendiri untuk pelatihan para driver.
Sejak kapan Lookman Djaja memiliki training center sendiri?
Training center kami mulai sejak akhir tahun lalu. Kami mulai kolaborasi dengan APM [agen pemegang merek] truk untuk diberikan materi-materi berkaitan dengan safety riding dan lain lain. Para driver ini rata-rata SD, SMP dan SMA. Artinya, penekanannya enggak bisa diberikan sekali, tetapi lebih ke terus-terusan.
Apa rencana strategis jangka pendek, menengah dan panjang Lookman Djaja?
Seiring dengan semakin besarnya ketergantungan terhadap moda truk barang, sedangkan jalan tidak bertambah, macet bertambah, utilisasi berkurang, sehingga sebenarnya kesejahteraan kami tidak terlalu baik.
Kalau buat kami, sekarang mendorong transportasi massal berbasis rel, melalui multimoda kami yang di Bekasi itu. Namun, memang perubahan pola ruang ini menjadi tantangan tersendiri, cukup lama. Sudah beberapa tahun ini masih berproses penyelesaian.
Denga menghubungkan pusat distribusi dan pusat industri dengan transportasi massal itu akan mengurangi biaya. Jadi, ke depan kami akan tetap kembangkan terminal barang multimoda tersebut.
Apa mimpi besar Anda terhadap Lookman Djaja?
Kami tentu ingin Lookman Djaja ini menjadi perusahaan yang selalu berkembang sesuai visi misi perusahaan, yakni profesional di bidangnya dan taat aturan. Makanya, kami selalu tekankan koridor taat aturan dalam hal apapun termasuk upaya untuk terus berkembang.
Kami juga ingin kompetensi SDM, dalam hal ini para driver bisa terus berkembang. Karena bisnis angkutan barang ini ujung tombaknya ada di driver. Maksudnya, semua perusahaan angkutan manapun berawal dari pengemudi dan sukses tidak suksesnya usaha ini juga dari si pengemudi. Mobil bisa dibeli tetapi driver tidak.
Pewawancara: Puput Ady Sukarno & Sri Mas Sari
BIODATA
Nama : Kyatmaja Lookman, B.Com, MBA
Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 12 Januari 1981
Riwayat Pendidikan:
University of Technology, Sydney Master of Business Administration (MBA), Business Strategy 2003 – 2005.
UNSW Bachelor's degree, Business Strategy and Economic Management and Information System 2000 – 2003.
Riwayat Karier :
Tim Staf Ahli Kementerian Koordinator Kemaritiman, (2018—Sekarang)
Advisory Board - Institute Teknologi Sepuluh November, (2018—Sekarang)
Chairman - PT Pancanaka Jaya Nusantara, (2018—Sekarang)
President Director - PT Perdana Mitra Konstruksi, (2018—Sekarang)
Chairman - PT Gudang Bang Indonesia, (2016—Sekarang)
President Director - PT Trukkindo Jaya Bersama, (2016—Sekarang)
President Director - PT Lookman Djaja Land, (2014—Sekarang)
Business Owner - Lookman Djaja Motor, (2009—Sekarang)
Business Owner - Indekost Harco Mangga Dua, (2008—Sekarang)
President Director - PT Lookman Djaja Logistics, (2005—Sekarang)