Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Transformasi Kebijakan Publik mengungkap ada sembilan perusahaan pengelolaan perikanan yang dua kali mendapat rapor merah dalam pengelolaan lingkungan.
Penasehat Pusat Transformasi Kebijakan Publik Abdul Halim mengatakan pada 2016 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan 16 perusahaan pengelolaan ikan yang buruk dalam pengelolaan lingkungan di sekitarnya. Pada 2018, dari 12 perusahaan itu, sembilan perusahan dinyatakan tidak melakukan perbaikan dan kembali mendapat rapor merah.
"Ada dua perusahaan yang dapat izin ekspor dan impor ikan, Perinus (PT Perikanan Nusantara (Persero) yang notabene BUMN,lalu PT Harta Samudra yang dapat izin khusus dari SKPT di Morotai. Dua kali berturut-turut dapat rapor merah," ungkapnya, Selasa (19/11/2019).
Adapun tujuh perusahaan lainnya, yakni PT Wahana Lestari Investment, PT Bogatama Marinusa, PT Bitung Mina Utama, PT Celebes Mina Pratama, PT Etmieco Sarana Laut, PT Manado Mina Citra Taruna, dan PT Sari Malalugis.
Menurutnya, yang menjadi perhatian adalah perusahaan BUMN dan perusahaan yang diberi izin ekspor mendapat rapor merah. Dia menilai, perusahaan tersebut seharusnya menjadi patokan atau contoh bagi perusahaan lain untuk melakukan pengelolaan ikan secara baik.
Dalam menilai perusahaan, Abdul menerangkan ada 3 indikator. Pertama, perusahaan harus memiliki aturan yang terlembagakan di lingkungan tersebut. Kedua, adanya anggaran untuk operasional lingkungan. Ketiga adanya pembuangan limbah yang langsung dan diolah.
Pusat Transformasi Kebijakan Publik lantas mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo segera bertemu dengan Menteri LHK Siti Nurbaya untuk mengharmonisasi soal perizinan pengelolaan lingkungan agar menjadi satu syarat tambahan bagi pelaku usaha di bidang pengelolaan ikan.
"Dengan cara itu, ada kontrol bagi pemerintah bagi pelaku usaha untuk aware lakukan pengelolaan perikanan," katanya.
Pusat Transformasi Kebijakan Publik berharap dalam 2 tahun ke depan tidak ada lagi perusahaan yang mendapat rapor merah. Adapun laporan mengenai pengelolaan lingkungan ini terbit setiap 2 tahun sekali.
"Belajar dari Vietnam dan Filipina, dua negara itu baru dapat kartu kuning dari Uni Eropa. Salah satu indikator penerbitan yellow card karena pengelolaan lingkungan buruk dari aspek HAM," tuturnya.