Bisnis.com, JAKARTA - Nilai dan volume ekspor karet pada tahun depan diprediksi bakal terus melanjutkan tren pelemahan.
Ketua Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane mengatakan kinerja ekspor karet alam pada tahun depan belum akan membaik.
Meluasnya gangguan penyakit jamur pohon karet masih akan membayangi kinerja perkebunan tersebut. Terlebih Indonesia menjadi salah satu negara dengan luas wilayah terpapar penyakit itu.
“Harga karet global beberapa waktu terakhir memang naik, tapi kondisi ini tidak sehat karena disebabkan penyakit. Tahun depan kami perkirakan, kalau tidak ada upaya cepat dari pemerintah, produksi karet alam akan anjlok, volume ekspor turun dan nilai ekspornya juga akan turun,” katanya, ketika dihubungi Bisnis.com.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor karet alam sepanjang Januari-Oktober 2019 mencapai US$4,84 miliar, turun 26,59% secara tahunan dari periode yang sama pada 2018 sebesar US$6,5 miliar.
Azis mengatakan Indonesia terbilang lambat dalam mengantisipasi dan meredakan serangan penyakit jamur tanaman karet dibandingkan negara produsen lainnya.
Thailand menurutnya telah meminta bantuan dari Dewan Pengembangan Penelitian Karet Internasional dan organisasi lain, sementara Malaysia telah melakukan penelitan untuk menemukan cara mengendalikan penyakit menggunakan fungisida.
Dia mengatakan, berdasarkan data International Tripartite Rubber Council atau (ITRC) luas lahan perkebunan karet Indonesia yang terpapar penyakit jamur mencapai 380.000 hektare.
Luas lahan di perkebunan Indonesia yang dilanda penyakit itu, jauh lebih besar dibandingkan dengan negara produsen karet alam utama dunia lain seperti Thailand dengan 50.000 hektare dan Malaysia 2.135 hektare.
Selain itu, dia memperkirakan pada 2020 volume ekspor karet alam Indonesia dapat turun lebih dalam dari sepanjang tahun ini yang merosot hingga 540.000 ton dari capaian 2018 sebesar 2,8 juta ton.
Hal itu menurutnya akan memengaruhi nilai ekspor karet alam Indonesia yang terus terkoreksi sejak 3 tahun terakhir.
“Meskipun harga global naik, kualitas produksi karet kita juga akan turun ketika ada gangguan penyakit. Akhirnya, karet kita dihargai rendah di pasar global, sehingga penurunan produksi secara global tidak akan berpengaruh kepada kita. Perkiraan saya penurunan nilai ekspor secara tahunan pada tahun depan bisa lebih besar dari tahun ini,” jelasnya.
Adapun, berdasarkan laporan dari Tokyo Commodity Exchange harga karet alam menguat 0,90 poin menjadi 197 yen per kilogram pada Jumat (6/12).
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan para pelaku industri yang menggunakan bahan baku karet alam mulai khawatir terganggu pasokannya.
Pasalnya, berdasarkan laporan International Tripartite Rubber Council (ITRC), dampak penyakit jamur diperkirakan menurunkan 70% - 90% dari produktivitas di daerah yang terkena paparan.
“Kami khawatir,penyakit ini akan menganggu produksi karet alam kita. Kualitas karet alam turun, sehingga pasokan untuk industri kita terganggu. Dampaknya tentu bisa merembet ke industri pengolahan karet kita, terutama yang berbasis ekspor seperti ban, alas kaki dan lain-lain,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan pemerintah masih terus berkoordinasi untuk meredakan paparan penyakit jamur di perkebunan karet. Pasalnya, karet alam merupakan salah satu produk ekspor andalan Indonesia.
“Kami masih terus berkoordinasi dengan kementerian lain untuk menindaklanjuti dampak negatif penyakit jamur pohon karet ini. Kami ingin, produksi komoditas ini kembali pulih dan kinerja ekspornya kembali membaik,” katanya.