Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan mengklaim kajian terkait kebijakan perdagangan karang hias/koral yang berasal dari alam maupun transplantasi telah rampung dan siap dibawa ke parlemen pada Januari 2020.
Kajian ini dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sesuai perintah Komisi IV DPR dalam rapat kerja akhir November lalu.
"Draf sudah dibahas di Kemenko Perekonomian. Sudah rampung," ujar Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) KKP Aryo Hanggono, kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Dalam kajian tersebut, koral hasil transplantasi boleh diperdagangkan kembali, namun tidak halnya dengan alam. "Prinsipnya yang boleh diperdagangkan hasil transplantasi," sebut Aryo yang belum mengungkap lebih rinci kajian tersebut.
Aryo melanjutkan, draf kajian koral ini sudah disampaikan ke Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Pada Januari 2020, akan dibahas kembali di Komisi IV DPR melalui rapat kerja.
Koral diketahui masuk ke dalam 5 komoditas tumbuhan dan satwa liar yang diperdagangkan, serta memberikan kontribusi nilai ekspor terbesar pada periode 2015-2018, yakni sebesar Rp486,03 miliar.
Rata-rata devisa negara dari penjualan produk ini pada periode 2015—2017 mencapai Rp149 miliar dan PNBP sebesar Rp1,11 miliar.
Namun sejak 18 bulan lalu, ekspor karang hias ini mandek pasca penghentian pelayanan health certificate oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penghentian ini menyebabkan 10 perusahaan koral gulung tikar, 10.800 nelayan kehilangan pekerjaan dan kerugian yang ditaksir Rp500 miliar. Kepercayaan pasar internasional pun menurun. Pasar koral dunia saat ini 80% diambil alih Australia.
Sementara itu, potensi terumbu karang di Indonesia diketahui cukup besar. Luas terumbu karang Indonesia sebesar 2,5 juta hektare atau 14% dari luas terumbu karang dunia dan mencapai 569 jenis. Adapun, yang selama ini diperdagangkan ada 70 jenis atau 12,3% dari total spesies.