Bisnis.com, JAKARTA –Pelaku usaha mengemukakan bahwa tak semua kafe dan restoran dapat bertahan hanya dengan mengandalkan penjualan melalui pemesanan daring seiring berlakunya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jabodetabek.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto tak memungkiri jika sebagian usaha menghadapi kendala untuk bertahan. Terutama pada bisnis yang belum memiliki nama besar dan harus bersaing dengan jaringan restoran besar.
"Bagaimana pun PSBB ini sangat berpengaruh pada restoran tertentu, terutama yang memang tidak mengandalkan pengiriman daring sejak awal. Apalagi yang jarang dipesan konsumen secara online, kalau ada pun volume kecil sekali," kata Eddy kepada Bisnis, Minggu (19/4/2020).
Oleh karena itu, dia mengemukakan perlunya dukungan berbagai pihak. Terutama dalam menekan dampak keuangan mengingat banyak restoran ini disebut Eddy menghindari opsi pemutusan hubungan kerja.
"Misalnya ada penundaan pajak restoran selama enam bulan, penundaan tagihan sewa tempat, cicilan bank dan lainnya," lanjut Eddy.
Berdasarkan riset Moka, startup penyedia layanan kasir digital, pendapatan harian bisnis industri makanan dan minuman cenderung turun hingga lebih dari 40 persen selama COVID-19. Di balik itu, data Moka menunjukkan penggunaan jasa layanan antar meningkat hingga 30 persen.
Baca Juga
Seiring datangnya Ramadan, Moka menyebutkan pelaku usaha dapat berinovasi dengan membuat menu khusus lewat jasa kurir (delivery) yang dapat dimasak dan diolah sendiri oleh para konsumen sehingga dapat dimanfaatkan di waktu khusus seperti sahur dan buka bersama anggota keluarga di rumah.
Pasalnya, melihat tren konsumi pada Ramadan tahun lalu, terjadi peningkatan sebanyak 67 persen dari jumlah gerai makanan dan minuman yang beroperasi di antara pukul 02.00 sampai 04.00 pagi. Dalam jangka waktu ini, konsumen cenderung memilih makanan praktis untuk sahur dan membeli untuk hidangan grup hingga lima produk per transaksi.