Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Supaya Tahan Goncangan, DDTC: Reformasi Aspek PPN Penting

Penerimaan dari PPN masih belum optimal karena hambatan dari sisi IT serta banyaknya pengecualian dari pemungutan PPN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengikuti rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mengikuti rapat kerja antara Komisi XI DPR RI dengan pemerintah di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Dampak ekonomi yang timbul akibat Covid-19 bakal mendorong pemerintah untuk semakin memaksimalkan PPN sebagai sumber penerimaan negara.

Berkaca pada kebijakan pascakrisis 2008, banyak negara yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk memaksimalkan peneriaan dari PPN baik dalam bentuk peningkatan tarif, perluasan basis, hingga pengembangan sistem IT untuk menjamin kepatuhan pembayaran PPN.

Khusus Indonesia, kinerja PPN tidak bisa dibilang maksimal. Berdasarkan catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa penerimaan dari PPN masih belum optimal karena hambatan dari sisi IT serta banyaknya pengecualian dari pemungutan PPN. Penerimaan PPN  disebut masih sebesar 50 persen dari potensinya.

Kebijakan PPN di Indonesia pun menjadi sorotan dari World Bank dimana threshold omzet pengusaha kena pajak (PKP) di Indonesia masih terlalu tinggi, yakni mencapai Rp4,8 miliar. Masih banyak pula barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP) yang dikecualikan dari pengenaan PPN.

Partner Tax Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji mengatakan apabila berkaca pada pascakrisis 2008, banyak negara melihat penerimaan PPN cenderung relatif stabil sehingga dikeluarkan kebijakan untuk memaksimalkan penerimaan dari jenis pajak ini.

Menurut Bawono, PPN masih tetap bisa dijadikan andalan sepanjang tidak ada guncangan dari sisi suplai dan tidak ada gangguan dari sisi daya beli masyarakat.

"Menurut saya pemerintah di berbagai negara perlu melihat PPN sebagai pajak yang perlu diamankan, pembaruan kebijakan pada aspek PPN akan semakin relevan," kata Bawono, Selasa (21/4/2020).

Untuk saat ini, pemerintah nampaknya maish cukup optimis atas realisasi penerimaan PPN, terutama PPN dalam negeri yang berbasis pada konsumsi domestik di tengah pandemi Covid-19 tahun ini.

Pada tahun lalu, penerimaan dari PPN dalam negeri tercatat mencapai Rp346,31 triliun, sedangkan penerimaan PPN dalam negeri tahun ini masih ditargetkan mencapai Rp344,5 triliun. Artinya, target penerimaan PPN dalam negeri hanya terkontraksi sebesar 0,5 persen (yoy) dibandingkan realisasinya tahun lalu.

Berdasarkan realisasi APBN per Maret 2020, penerimaan PPN tercatat masih mencapai Rp92 triliun atau bertumbuh 2,5 persen (yoy). Lebih rinci, realisasi PPN dalam negeri tercatat mencapai Rp51,63 triliun atau tumbuh 10,27 persen (yoy). Kontribusi PPN dalam negeri terhadap penerimaan pajak pun mencapai 21,4 persen.

Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan tumbuhnya PPN pada Maret 2020 lebih mencerminkan kegiatan ekonomi pada Februari 2020, bukan Maret 2020. Artinya, PPN juga diproyeksikan bakal ikut menurun sama seperti kinerja PPh yang sudah terkontraksi per Maret 2020.

"Ini menggambarkan adanya kegiatan ekonomi yang cukup positif. Namun pada bulan berikutnya akan kita antisipasi karena ada potensi perlemahan konsumsi akibat PSBB," kata Sri Mulyani, Selasa (21/4/2020).

Sesuai dengan proyeksi Kemenkeu, konsumsi rumah tangga diproyeksikan masih tumbuh stabil di angka 4,8 persen (yoy) pada kuartal I/2020. Konsumsi baru akan melambat pada kuartal II/2020 di angka 2,3 persen (yoy) dan berlanjut pada kuartal III/2020 di angka 2,4 persen (yoy).

Konsumsi rumah tangga baru diproyeksikan pulih pada kuartal IV/2020 dengan laju pertumbuhan di angka 3,5 persen (yoy).

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan penerimaan PPN dalam negeri masih berjalan dan masih memiliki potensi bertumbuh pada April dan bulan selanjutnya ketika stimulus pajak mulai berjalan.

Ihsan mengungkapkan salah satu penyokong dari penerimaan PPN adalah dari pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang bakal diberlakukan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020. "Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan basis pajak termasuk PPN," kata Ihsan.

Ihsan mengungkapkan target PPN 2020 sudah mempertimbangkan penerimaan pajak dari PMSE. Meski demikian, Ihsan masih belum mengungkapkan sebesar besar potensi PPN dari PMSE ini.

"Dengan kondisi yang sangat berubah di April ke depan, hitungannya saya sampaikan nanti setelah kondisinya lebih stabil," kata Ihsan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper