Bisnis.com, JAKARTA – Perbankan penyalur kredit pemilikan rumah sempat melakukan penyesuaian sistem baru yang menuai polemik di kalangan pengembang. Kini, hal itu tak lagi jadi masalah.
Sebelumnya, bank penyalur menerapkan sistem teknologi baru yang penerapannya dinilai menimbulkan kendala, salah satunya adalah pemusatan data nasabah dan keputusan pemberian kredit ke kantor wilayah dari yang sebelumnya bisa dilakukan di kantor cabang.
Sistem tersebut awalnya bertujuan mempercepat penyaluran kredit, tapi yang terjadi di lapangan justru berbeda. Lantaran kala itu sistem baru tersebut belum betul-betul siap, banyak aplikasi yang akhirnya ditolak sehingga realisasi kredit pemilikan rumah (KPR) sangat minim.
Selain itu, sistem scoring, verifikasi, dan lainnya yang semuanya dilakukan melalui sambungan telepon. Hal ini dirasa menyulitkan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pelosok yang kesulitan sinyal.
Namun, saat ini, perbankan sudah melakukan banyak perbaikan sehingga hambatan yang ada sudah bisa teratasi.
Ketua Umum Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaedi Abdillah mengatakan bahwa saat ini terkait dengan sistem yang ada sudah berangsur membaik.
“Meskipun masih ada beberapa hambatan yang dirasakan karena memang sistemnya baru, perbankan punya komitmen untuk melakukan evaluasi terus menerus,” katanya kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).
Dulu, pada sistem scoring untuk KPR subsidi disamakan dengan KPR komersial, padahal tipikal konsumen subsidi berbeda. Hal itu, ungkap Junaidi, sudah dievaluasi sehingga sudah lebih mudah bagi konsumen untuk mengajukan KPR.
Adapun, saat ini dari sisi persyaratan dan langkah-langkah pengajuan KPR tetap sama hanya saja datanya diproses oleh kantor wilayah bank penyalur.
Lalu bagaimana cara mengajukan KPR? Yang pertama harus dilakukan calon konsumen adalah memilih rumah yang akan dibeli. Tanyakan informasi terkait dengan penyelesaian pembangunan, harga rumah tersebut, uang muka, cicilan, hingga biaya tanda jadi untuk rumah itu.
Pencarian rumah yang tersedia untuk KPR bisa dilakukan dengan mendatangi bank atau untuk rumah subsidi sekarang bisa secara daring melalui aplikasi keluaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan).
Setelah itu, pastikan kemampuan finansial karena akan menjadi salah satu poin penilaian oleh bank. Apabila ada cicilan atau utang lain, upayakan agar dilunasi terlebih dahulu sehingga tidak menambah beban keuangan ketika cicilan pembelian rumah dengan KPR mulai berjalan.
Setelah menemukan rumah yang cocok, bayarkan tanda jadi ke pengembang dan uang muka KPR. Selanjutnya, konsumen bisa mengajukan KPR ke bank dengan memenuhi seluruh persyaratan dan dokumen yang diperlukan.
Persyaratan umum untuk mengajukan KPR biasa yakni usia tidak lebih dari 50 tahun ketika mengajukan permohonan KPR, fotokopi KTP pemohon, akta nikah atau cerai, kartu keluarga (KK), surat keterangan warga negara Indonesia (WNI), dan dokumen kepemilikan agunan (sertifikat hak milik, izin mendirikan bangunan, dan pajak bumi dan bangunan).
Adapun, bagi calon debitur yang bekerja sebagai karyawan bisa melengkapi dokumen tambahan seperti slip gaji, surat keterangan dari tempat bekerja, dan buku rekening tabungan yang menampilkan kondisi keuangan 3 bulan terakhir.
Sementara itu, untuk wiraswasta, perlu menambahkan dokumen berupa bukti transaksi keuangan usaha, catatan rekening bank, nomor pokok wajib pajak (NPWP), surat izin usaha (SIUP) atau surat izin lainnya seperti izin praktik, dan tanda daftar perusahaan (TDP).
Selanjutnya, bank akan melakukan wawancara untuk mengecek kemampuan konsumen dalam melunasi cicilan yang jumlahnya minimal 30 persen dari penghasilan.
Setelahnya, konsumen tinggal menunggu keluarnya surat persetujuan perjanjian kredit (SPKK). Apabila SPKK sudah diterima, saatnya menemui notaris untuk menandatangani akta kredit dan mengurus sertifikat dan serah terima kunci. Sertifikat akan dipegang oleh bank penyalur KPR sampai cicilan dilunasi.