Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan bahwa pemerintah bakal mengawasi penggunaan tenaga kerja asing pada proyek strategis nasional (PSN), termasuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan TKA asal China.
“Ada tim pengawas yang melakukan kontrol, Tim Pengendali Orang Asing . Jadi mereka yang terus melakukan pengawasan penggunaan TKA dan memastikan apakah sesuai kebutuhan,” kata Ida usai menemui Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Chandra Dwiputra di lokasi proyek di Cawang, Jakarta Timur, Senin (27/7/2020).
Dalam kunjungan tersebut, Ida pun memastikan penggunaan TKA dalam PSN harus sesuai dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang diajukan oleh perusahaan kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Penggunaan tenaga kerja pun dilakukan untuk pos-pos pekerjaan dengan keahlian yang belum bisa dipenuhi dari tenaga kerja lokal.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sendiri disebut Ida melibatkan 12.000 pekerja di mana 2.000 di antaranya merupakan TKA dan sisanya merupakan pekerja lokal. Ida pun memastikan bahwa keterlibatan TKA tidak berlangsung terus-menerus dan setidaknya hanya berlangsung selama 6 bulan karena terdapat transfer ilmu yang terjadi selama proses berjalannya proyek.
“Saya melihat rasio tenaga kerja asing dan lokal sudah 1 banding 5 dan ini pun untuk waktu yang terbatas yakni 6 bulan. Setelah itu ada transfer of knowledge dan selanjutnya akan digarap oleh tenaga kerja kita,” lanjut Ida.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sendiri ditargetkan dapat rampung pada akhir 2021 dan bisa mulai beroperasi pada 2022 mendatang. Sampai Februari, pengerjaan proyek tercatat telah mencapai 44 persen dengan proses pembebasan lahan yang mencapai 99,96 persen.
Pengerjaan proyek yang berjalan di bawah payung kerja sama Indonesia-China ini sempat tertunda sebagai imbas dari terbatasnya gerak tenaga kerja asing ke Indonesia. Pengerjaan pun sempat terhenti selama 2 Maret sampai 20 Maret akibat permasalahan drainase.
Dalam Semester II/2020, orientasi luar negeri mungkin banyak berubah, baik arus ekspor (outbound komoditas nasional) dan impor (inbound).
"Kelihatannya dua parameter ini secara akumulatif sepertinya cenderung menurun, khususnya melihat fakta empirik resesinya Singapura dan Korea Selatan dalam waktu dekat yang akan menekan besaran volume dan nilai arus internasional seaborne trade dari Indonesia," paparnya.
Walaupun masih juga ada potensi stabilisasi dari China yang level ekonominya cenderung merangkak naik di periode akhir Semester I ini (Mei-Juni 2020).
Dengan demikian, perkiraannya jika dimasukan dalam rasio 40 persen itu mungkin akan menurun sekitar 15-20 persen (ultimate decrease) maka diperkirakan besaran volume angkutan logistik laut internasional menjadi sekitar 350 juta pada 2020.
Sementara itu, di wilayah domestik, sensitivitas angkutan maritim domestik terjadi akibat penurunan angkutan internasional dan juga utamanya akibat menurunnya permintaan angkutan industri, distribusi antar pulau dan angkutan intra-pulau khususnya di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku-Maluku Utara dan Papua.
"Bila merujuk pada data pengamatan kami di periode April-Juni 2020, besaran prosentase penurunan mungkin sekitar kurang dari 10 persen, yang sebenarnya didapat dari besaran penurunan akibat penurunan sensitivitas internasional sekitar 20 persen, tetapi dikoreksi dengan fenomena kenaikan angkutan barang di sejumlah wilayah khususnya di Kalimantan, Sulawesi dan Jawa Timur sekitar 10 persen," ujarnya.
Dengan demikian, berdasarkan perhitungannya, jika diakumulasi ada penurunan volume aktivitas logistik laut domestik sekitar 150-200 juta ton atau menurun sekitar 15 persen pada 2020.