Bisnis.com, JAKARTA – Seperti minyak, data adalah sesuatu yang berharga. Namun jika tidak ‘dimurnikan’, data itu tidak dapat digunakan.
Dalam hal minyak, ia harus diubah menjadi gas, plastik, bahan kimia, dan lain sebagainya agar berwujud sebagai entitas berharga yang mendorong aktivitas yang menguntungkan.
Menyoal data, ia harus ‘dipecah’ dan dianalisis agar memiliki nilai. Itulah yang diamati matematikawan asal AS, Clive Humby pada 2006 sehingga disebutnya dengan istilah yang sangat terkenal dewasa ini: Data is the new oil.
Terminologi futuristik ini kemudian menjadi laporan khusus majalah The Economist pada Mei 2017 dengan judul The world’s most valuable resource is no longer oil, but data.
Luar biasa penting keberadaan data saat ini. Kemajuan sebuah bangsa juga makin tidak dapat dipisahkan dengan kepiawaian sumber daya manusia yang ada dalam memanfaatkan data tersebut.
Dunia bisnis juga sangat bergantung padanya. Big data is the king. Begitulah kira-kira.
Bahkan Presiden Joko Widodo juga pernah mengatakan bahwa data akurat adalah kekayaan baru yang sangat berharga saat ini. Bahkan nilainya bisa lebih berharga daripada minyak.
"Data ini adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid menjadi salah satu kunci pembangunan," ujar Kepala Negara dalam acara pencanangan pelaksanaan sensus penduduk 2020 di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020.
Menurut Presiden, data yang valid sangat dibutuhkan untuk menyusun perencanaan, anggaran, kemudian membuat kebijakan hingga mengeksekusi kebijakan tersebut untuk hasil yang efektif.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengingatkan jajaran pejabat pemerintahan agar tidak merencanakan dan mengambil keputusan tanpa data. Terlebih, jika keputusan penting diambil hanya berdasarkan asumsi atau perasaan semata.
Luar biasa gema terminologi yang diperkenalkan Humby. Dunia data memang melekat erat dalam dirinya. Dia bergabung dengan spesialis analisis data Amerika, yaitu CACI International Inc (awalnya California Analysis Center Inc) pada 1976.
Matematikawan itu mengerjakan proyek yang menggunakan data dari sensus 1970 untuk merencanakan lokasi kantor perekrutan Angkatan Darat AS. Dia kembali ke kantor CACI di Inggris pada 1977 dan berkontribusi pada pengembangan sistem klasifikasi sistem data geodemograpic pertama, yaitu ACORN.
CACI adalah perusahaan layanan profesional dan teknologi informasi multinasional yang berkantor pusat di Arlington, Virginia. Perusahaan ini menyediakan layanan ke banyak cabang pemerintah federal AS, termasuk pertahanan, keamanan dalam negeri, intelijen, dan perawatan kesehatan.
Pendirinya adalah oleh Herb Karr dan Harry Markowitz, yang meninggalkan RAND Corporation pada 1962 untuk mengkomersialkan bahasa pemrograman simulasi SIMSCRIPT.
Dengan kehadiran data, tamatkah nasib minyak bumi?
Pada 1875, minyak mengubah wajah ekonomi dunia. Dalam The Seven Sisters, Anthony Sampson mengatakan sebagian persoalan minyak sudah tampak jelas dalam beberapa tahun pertama keberadaannya, ketiba tiba-tiba saja industri ini tumbuh di Pennsylvania, AS.
Rute pipa minyak pertama yang legendaris menghubungkan Oleopolis dan Pleasantville, hingga berujung di kota kecil Titusville, tempat minyak pertama kali dibor pada 1859 oleh ‘Kolonel’ Edwin Drake.
Kota tersebut adalah pengingat penting mengenai kekhawatiran yang paling awet tentang minyak, yaitu bahwa minyak bisa habis. Namun para perintis awal yakin bahwa akan selalu ada minyak di tempat lain.
Bagi banyak petualang awal ini, ada semacam ‘campur tangan Tuhan’ dalam penemuan cairan berharga itu, tepat ketika ikan-ikan paus yang selama itu menyediakan minyak lampu mulai menghilang dari lautan.
Kota-kota gubuk boleh datang dan pergi tetapi para pengebor tidak ragu bahwa akan ada kota-kota baru. Dan ketika para perintis Pennsylvania menyebar ke seluruh Amerika, bisnis minyak segera mendapat karakter nomaden istimewa.
“Hanya beberapa tahun sesudah Drake mengebor, Amerika tanpa minyak seperti tak terbayangkan,” kata Sampson.
Namun tak lama sejak kelahirannya pula, industri minyak mengenal frasa angker yang disebut ‘the bottom fell out the market’, sebuah kondisi ketika pasar tiba-tiba ambyar.
Kehidupan para pengebor berubah cepat dari gembira menjadi sengsara bila harga jatuh. Di sisi lain, dari rahim industri ini juga lahir seorang John D. Rockefeller, Sang Dewa Perminyakan.
Dengan model bisnisnya yang canggih untuk ukuran saat itu, dia pun cepat meroket mendahului zamannya. Bahkan sempat membuat pemerintah federal tak berdaya mengimbangi sepak terjang bisnisnya yang menggurita cepat melalui sebuah Trust yang dibentuknya dengan lihai.
Gerakan ini, kata Rockefeller dalam sebuah penggalan terkenal, adalah awal mula keseluruhan sistem administrasi ekonomi modern. Gerakan yang, menurutnya, telah merevolusi cara melakukan bisnis di seluruh dunia.
“Masa penggabungan akan bertahan selamanya. Invidualisme sudah pergi dan tak akan pernah kembali.”
Tak pelak lagi, seperti minyak, data juga bakal menentukan panas dinginnya wajah ekonomi global di tengah disrupsi yang diperparah oleh pandemi Covid-19.