Bisnis.com, JAKARTA – Lesunya pembelian tiket kegiatan wisata melalui biro perjalanan daring memiliki efek domino terhadap sektor usaha pariwisata lainnya.
Pada periode Idulfitri 2021, kondisinya diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari 2020. Bahkan ada kemungkinan akan lebih memburuk jika melihat sejumlah indikator.
Wakil Ketua Umum Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita) Budijanto mengatakan terdapat kemungkinan situasi akan lebih buruk tahun ini bagi perusahaan biro perjalanan wisata jika melihat perbedaan daya beli masyarakat antara Idulfitri 2020 dan 2021.
"Hal yang membedakan adalah tahun lalu buying power untuk kebutuhan pariwisata masih ada, sedangkan tahun ini tidak sekuat tahun lalu karena telah satu tahun dilanda pandemi Covid-19," ujar Budijanto, Senin (10/5/2021).
Pada masa normal, jelasnya, pembelian tiket melalui biro perjalanan pariwisata bisa meningkat hingga 2 kali lipat. Tetapi, tahun ini pembelian tiket di biro perjanan wisata daring dipastikan tidak akan mengalami pergerakan signifikan.
Rata-rata, sambung Budijanto, pada momentum high season seperti lebaran Idulfitri terjadi lonjakan kenaikan omzet dengan kisaran 50 - 100 persen atau 1,5 sampai 2 kali lipat dibandingkan dengan masa normal bagi pelaku usaha di sektor biro perjalanan wisata secara keseluruhan.
Baca Juga
Adapun, kebijakan larangan mudik yang diberlakukan pemerintah disebutnya membuat masyarakat enggan untuk melakukan perjalanan. Kendati kemungkinan destinasi wisata akan dibuka pada akhir pekan nanti, hal itu dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi biro perjalanan pariwisata.
"Sebab, tempat-tempat wisata hanya akan dibuka untuk wisata lokal. Dengan demikian, kondisi periode lebaran Idulfitri tahun ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari 2020. Kami berharap ada stimulus dari pemerintah," sambungnya.
Sebagai informasi, kebutuhan pinjaman yang diperlukan untuk membantu perusahaan biro perjalanan wisata melakukan pemulihan berkisar antara Rp300 juta hingga Rp2 miliar per perusahaan.
Dengan asumsi satu perusahaan besar di sektor tersebut memiliki total omzet Rp50 miliar dan kebutuhan dana pemulihan Rp500 juta, maka setidaknya diperlukan stimulus sekitar Rp1 triliun khusus untuk biro perjalanan wisata.
Berdasarkan data terakhir Asita, sebanyak 90 persen dari total 7.000 perusahaan biro perjalanan wisata sudah tutup sementara sejak April 2020 akibat terdampak oleh pandemi Covid-19.
Kontribusi biro perjalanan wisata cukup signifikan bagi sektor usaha di industri pariwisata lainnya, terutama perhotelan. Pemesanan hotel melalui biro perjalanan wisata daring mendominasi dalam kurun 8 tahun terakhir. Adapun, sebesar 70 persen wisatawan memesan hotel melalui biro perjalanan wisata daring selama periode tersebut.