Bisnis.com, JAKARTA - Aliran investasi asing langsung (FDI) turun secara global sebesar 35 persen pada 2020 menjadi US$1 triliun dari US$1,5 triliun pada tahun sebelumnya.
Tahun ini FDI global akan mencapai titik terendah sebelum mengalami pemulihan pada beberapa penurunan dengan peningkatan 10 persen hingga 15 persen, dimana Asia akan memimpin rebound tersebut.
Lockdown yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 di seluruh dunia telah memperlambat proyek investasi. Selain itu, prospek resesi membuat perusahaan multinasional (MNE) menilai kembali proyek-proyek baru.
Laporan World Investment Report oleh United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang diterbitkan Senin (21/6/2021) menyatakan penurunan sepanjang tahun lalu sangat condong ke negara maju, di mana FDI turun sebesar 58 persen, sebagian karena restrukturisasi perusahaan dan arus keuangan.
Sedangkan FDI di negara berkembang relatif tangguh, turun 8 persen terutama karena arus kuat di Asia. Akibatnya, negara berkembang menyumbang dua pertiga dari FDI global, naik dari hanya di bawah setengah pada 2019.
Pada tahun ini diperkirakan aliran masuk FDI ke Asia akan tetap bertahan karena kawasan ini telah menonjol sebagai tujuan yang menarik bagi investasi internasional selama pandemi.
Baca Juga
Namun demikian, di negara berkembang jumlah proyek greenfield yang baru diumumkan turun 42 persen dan kesepakatan keuangan proyek internasional yang penting untuk infrastruktur menyusut sebesar 14 persen.
"Jenis investasi ini sangat penting untuk kapasitas produktif dan pengembangan infrastruktur dan dengan demikian untuk prospek pemulihan yang berkelanjutan,” kata Penjabat Sekretaris Jenderal UNCTAD Isabelle Durant, dalam keterangan tertulisnya.
Sektor-sektor vital untuk pembangunan yang terpukul keras pandemi juga menyebabkan ambruknya aliran investasi ke bidang-bidang yang relevan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di negara berkembang.
"Penurunan investasi asing di sektor terkait SDG dapat membalikkan kemajuan yang dicapai dalam investasi SDG dalam beberapa tahun terakhir, menimbulkan risiko dalam mewujudkan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan dan pemulihan pascapandemi yang berkelanjutan,” kata Durant.
Adapun berdasarkan wilayah, tren FDI pada tahun lalu sangat bervariasi. Kawasan berkembang dan ekonomi transisi relatif lebih terpengaruh oleh dampak pandemi terhadap investasi dalam kegiatan intensif rantai nilai global dan berbasis sumber daya.
Asimetri dalam ruang fiskal untuk peluncuran langkah-langkah dukungan ekonomi juga mendorong kesenjangan regional.
Aliran FDI ke Eropa turun 80 persen sedangkan ke Amerika Utara menyusut 40 persen. Penurunan aliran FDI di seluruh wilayah berkembang tidak merata, dengan 45 persen di Amerika Latin dan Karibia dan 16 persen di Afrika.
Sebaliknya, aliran ke Asia naik sebesar 4 persen dengan Asia Timur menjadi wilayah tuan rumah terbesar, menyumbang setengah dari FDI global pada 2020. FDI ke ekonomi transisi turun sebesar 58 persen.
Pandemi semakin memperburuk FDI di ekonomi yang secara struktural lemah dan rentan. Meskipun arus masuk di negara-negara kurang berkembang (LDC) tetap stabil, proyek greenfield turun setengah dan kesepakatan keuangan proyek internasional turun sepertiga. Aliran
Di negara-negara berkembang pulau kecil (SIDS), FDI turun 40 persen dan aliran ke negara-negara berkembang yang terkurung daratan (LLDCs) terpangkas sebesar 31 persen.
Perusahaan multinasional yang menjadi kunci aliran FDI global tak kalah terpukul keras. Terlepas dari penurunan pendapatan pada 2020, 100 perusahaan multinasional teratas secara signifikan meningkatkan kepemilikan uang tunai, membuktikan ketahanannya terhadap krisis.
Jumlah perusahaan multinasional milik negara, sekitar 1.600 di seluruh dunia, meningkat 7 persen pada 2020, dengan beberapa pendatang baru yang dihasilkan dari partisipasi ekuitas sebagai bagian dari program penyelamatan.