Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom menilai pemerintah harus memprioritaskan pelonggaran penerapan PPKM di sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Tanah Air.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan sejumlah sektor industri tersebut seperti, ritel, transportasi dan logistik, dan terutama manufaktur yang memiliki efek domino cukup besar ke sektor lain.
"Sebab, di beberapa negara dengan pemulihan cepat seperti China dan Vietnam, sektor manufaktur menjadi pendongkrak perekonomian pascapembatasan sosial," ujar Bhima, Senin (9/8/2021).
Saat ini, sambungnya, pelonggaran penerapan PPKM dianjurkan untuk diterapkan di sektor manufaktur berorientasi ekspor yang memilik kemungkinan cukup besar dalam menyerap tenaga kerja karena permintaan pasar masih dikatakan tersedia.
Untuk yang di dalam negeri masih, Bhima menilai ada masih ada lack antara pelonggaran mobilitas industri dan penyerapan tenaga kerja. Pengurangan karyawan disebut akan membuat perusahaan-perusahaan memprioritaskan karyawan lama dibandingkan dengan merekrut angkatan kerja baru.
Adapun, penyerapan tenaga kerja industri manufaktur sektor makanan dan minuman (mamin) diperkirakan cenderung lebih cepat dalam merespons pelonggaran pembatasan mobilitas karena berkaitan langsung dengan konsumsi rumah tangga.
Baca Juga
Selain itu, industri besi baja diperkirakan juga menjadi sektor yang paling cepat dalam menyerap tenaga kerja kalau ada pelonggaran. Sebab, proyek infrastruktur pemerintah yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar masih berjalan.
Sementara itu, untuk industri manufaktur di sektor lain, seperti pakaian jadi dan alas kaki, keterlambatan penyerapan tenaga kerjanya diprediksi bisa berlangsung sampai dengan 2 bulan setelah dilakukan pelonggaran.
Dengan demikian, pelonggaran dinilai perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi. Pengawasan di kawasan manufaktur juga dikatakan lebih mudah untuk dilakukan. Pelonggaran diharapkan tidak diiringi dengan penyekatan di jalan yang menganggu distribusi manufaktur.
Untuk insentif, ujarnya, pemerintah didorong untuk memprioritaskan manufaktur berorientasi ekspor. Misalnya, dengan memfasilitasi perdangagan bilateral dengan mitra daga potensial.
"Sebab, ada beberapa negara yang pemulihannya cepat yang membutuhkan barang setengah jadi dan jadi dari Indonesia. Untuk itu harus ada intelijen pasar yang kuat untuk membantu manufaktur memtakan ulang potensi pasar," jelas Bhima.