Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka menilai pemerintah perlu mempertimbangkan banyak aspek dalam menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2022. Dia menilai, aturan tersebut berdampak cukup besar pada ekonomi perempuan.
Hal itu disebabkan salah satu sektor industri yang banyak mempekerjakan perempuan adalah industri sigaret kretek tangan (SKT).
Dia mengatakan, banyak pekerja perempuan yang dirumahkan atau terpaksa kehilangan pekerjaan akibat pandemi yang menekan perusahaan atau pabrik di Indonesia, termasuk pekerja pelinting SKT.
“Di satu sisi, kebijakan menaikkan cukai mungkin untuk mengurangi konsumsi, dan menjadi dilematis bagi Koalisi Perempuan Indonesia bahwa hampir 100 persen yang menunjang keberhasilan perusahaan rokok ini adalah perempuan,” katanya dalam siaran pers, Kams (2/12/2021).
Menurutnya, sebelum pemerintah memutuskan kebijakan kenaikan cukai, antisipasi terhadap nasib ribuan bahkan jutaan pekerja linting rokok harus disiapkan.
“Persoalannya adalah ada implikasi yang akan terjadi seperti peningkatan kemiskinan yang jatuhnya ke perempuan lagi,” jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto mengungkapkan jumlah pekerja SKT yang mengalami PHK selama 10 tahun terakhir mencapai lebih dari 68.000 orang.
Menurutnya, pertimbangan pemerintah yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau khususnya SKT adalah upaya yang tepat untuk menyelamatkan pekerja perempuan di sektor SKT.
“Kami memohon kepada pemerintah, mohon bantu agar pekerja di sektor padat karya tetap bisa bekerja pada masa pandemi, dengan cara tidak menaikkan cukai SKT pada 2022,” katanya.