Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memproyeksikan surplus neraca perdagangan pada tahun ini bakal susut karena tren pemulihan rantai pasok di tingkat global.
Konsekuensinya, siklus super komoditas atau commodity supercyle yang sempat mengerek harga sejumlah komoditas perlahan bakal mereda pada tahun ini.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani mengatakan, kondisi itu mengakibatkan harga sejumlah komoditas unggulan, seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara bakal terkoreksi seiring dengan pemulihan rantai pasok di pasar global.
Di sisi lain, Shinta menambahkan, pemerintah belum mengoptimalkan diversifikasi ekspor atau substitusi ekspor nonkomoditas yang bisa mengompensasi proyeksi penurunan penerimaan ekspor atas produk-produk yang sempat terkerek naik akibat siklus super komoditas sepanjang 2021.
“Peluang penerimaan ekspor terbesar di 2022 sebetulnya ada pada ekspor produk manufaktur, bukan di ekspor komoditas. Karena itu, kami mengimbau agar pemerintah lebih serius lagi mendukung peningkatan efisiensi usaha dan efisiensi perdagangan atau supply chain industri manufaktur nasional yang berorientasi ekspor dengan berbagai cara,” kata Shinta melalui pesan WhatsApp, Rabu (9/2/2022).
Penguatan ekspor pada produk manufaktur juga berasal dari kekhawatiran implementasi carbon border adjustment measures (CBAM) atau pajak karbon lintas negara dari Uni Eropa pada tahun ini.
Baca Juga
Shinta menjelaskan, manuver Uni Eropa itu bakal berdampak serius pada ekspor batu bara yang mewakili 20 persen dari keseluruhan penerimaan ekspor nasional.
“Di 2022 kami perkirakan akan mulai memberikan dampak negatif, khususnya terhadap ekspor batu bara dalam bentuk stagnasi permintaan, atau harga komoditas global atas batu bara,” kata dia.
Dengan demikian, dia meminta, pemerintah segera mengintensifkan upaya diversifikasi ekspor pada produk manufaktur untuk menjaga torehan positif neraca niaga seiring dengan perubahan perilaku pasar dunia.
“Kalau pun di 2022 efeknya belum terasa signifikan, dalam 5 tahun ke depan efeknya akan lebih terasa, karena tren global bergerak ke arah yang tidak favorable terhadap ekspor-ekspor komoditas kita, seperti batu bara,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan surplus neraca niaga pada tahun ini berada di posisi US$31,4 miliar hingga US$31,7 miliar. Proyeksi itu mengalami penurunan sebesar 11,39 persen jika dibandingkan dengan torehan surplus 2021 di posisi US$35,44 miliar.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri mengatakan, penyesuaian proyeksi neraca niaga itu berdasar pada outlook harga komoditas global yang cenderung mengalami penurunan di awal tahun ini.
“Kenaikan harga komoditas supercycle masih menjadi pendorong kenaikan nilai ekspor Indonesia. Namun, berkaca pada pengalaman sebelumnya, kondisi ini tidak akan bertahan lama,” kata Kasan melalui pesan WhatsApp, Rabu (9/2/2022).