Bisnis.com, JAKARTA - Seiring perbaikan ekonomi global, kinerja pengapalan industri oleokimia ikut terakselerasi. Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) mencatat volume ekspor sepanjang tahun lalu mencapai 4,2 juta ton dengan nilai US$4,4 miliar, naik 8,3 persen dari capaian 2020 sebesar 3,87 juta ton.
Ketua Umum Apolin Rapolo Hutabarat mengatakan volume ekspor diproyeksikan naik 9,5 persen hingga 14 persen pada tahun ini.
"Estimasi di 2022 ini untuk ekspor, kami perkirakan 4,6 juta ton sampai 4,8 juta ton. Hal ini seiring dengan pemulihan perekonomian global," kata Rapolo saat dihubungi, Selasa (15/2/2022).
Dengan konsumsi domestik sebesar 2,1 juta ton, total produksi oleokimia menjadi 6,3 juta ton sepanjang tahun lalu.
Sementara itu, Rapolo menjelaskan total kapasitas terpasang industri oleokimia dalam negeri sebesar 11,3 juta ton per tahun. Rinciannya, fatty acid 4,55 juta ton per tahun, fatty alcohol 2,12 juta ton per tahun, glycerin 0,88 juta ton per tahun, methyl ester 1,93 juta ton per tahun, dan soal noodle 1,83 juta ton per tahun.
Di masa pandemi, kebutuhan global akan oleokimia semakin meningkat terutama sabun dan glycerin sebagai bahan baku hand sanitizer. Negara utama tujuan ekspor oleokimia Indonesia berturut-turut yakni Uni Eropa, China, India, Korea Selatan, dan Jepang.
Baca Juga
Sebelumnya, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan industri oleokimia masuk dalam tujuh sektor yang mendapatkan fasilitas harga gas bumi tertentu (HGBT). Hal itu menjadi salah satu dukungan agar sektor industri ini tetap produktif.
Kebijakan primer lain yang mendukung kinerja industri oleokimia adalah penetapan tarif pungutan ekspor bahan baku crude palm oil (CPO) atau crude palm kernel oil (CPKO) lebih tinggi daripada produk intermediate atau hilir, untuk menjaga pasokan bahan baku bagi industri oleokimia domestik.
"Industri oleokimia juga memperoleh dukungan berupa advokasi tarif pungutan ekspor kelapa sawit CPO dan turunannya yang lebih pro-industri pengolahan, sesuai PMK No. 191/2020 juncto PMK 76/2021," kata Putu.