Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggaran Bulog Rp22,73 Triliun di 2026, Cukup untuk Amankan Beras?

Bulog mendapat anggaran Rp22,73 triliun di RAPBN 2026 untuk memperkuat cadangan beras. Pengamat menilai anggaran ini setara 1,56 juta ton beras.
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Perum Bulog mendapatkan alokasi anggaran senilai Rp22,73 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori memandang, meski anggaran Rp22,73 triliun bernilai besar, tapi anggaran itu hanya setara dengan 1,56 juta ton beras.

“Dengan harga beras rata-rata Rp14.500 per kilogram, misalnya, uang sebesar itu hanya setara 1,56 juta ton beras. Tidak besar,” kata Khudori kepada Bisnis, Senin (18/8/2025).

Khudori menuturkan, seberapa besar cadangan beras pemerintah (CBP) akan tergantung dengan volume penyaluran yang ditugaskan ke Perum Bulog.

“Karena itu, selain memastikan anggaran, pemerintah juga perlu memastikan outlet pasti beras. Besaran CBP menyesuaikan penugasan penyaluran,” imbuhnya.

Di sisi lain, Khudori menilai jika Bulog mengadopsi skema investasi dalam penggunaan anggaran, maka Bulog harus mengembalikan dana tersebut.

“Karena skema investasi, Bulog harus mengembalikan. Bahkan, harus menguntungkan. Skema seperti ini tidak ada bedanya dengan skema perbankan berbunga komersial,” ujarnya.

Namun, menurut Khudori, jika anggaran berasal dari APBN murni tanpa beban bunga, maka Bulog bisa lebih leluasa dalam menyerap gabah maupun beras, dan menyalurkan beras ke masyarakat. Pasalnya, tanpa beban bunga, maka harga pokok beras Bulog bisa lebih murah dan kompetitif.

“Ketiadaan beban bunga akan membuat Bulog lebih leluasa dalam bergerak. Bahkan, ketiadaan beban bunga itu bisa membuat harga pokok beras Bulog akan turun dan kompetitif,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dengan harga pokok yang kompetitif, maka akan meningkatkan penetrasi beras Bulog di pasar, sehingga operasi pasar menjadi lebih efektif. Dengan begitu, stabilisasi harga beras nasional bisa lebih terjaga.

“Harga pokok beras Bulog yang kompetitif akan membuat penetrasi beras di pasar lebih baik, terutama apabila digunakan untuk operasi pasar. Ujung akhirnya, harga beras potensial lebih stabil karena operasi pasar berjalan efektif,” jelasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso menyampaikan pihaknya masih menunggu arah penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk memperkuat CBP pada 2026.

“Bulog sebagai operator, maka terkait dengan RAPBN 2026 tersebut, Bulog masih menunggu rincian rencana penugasan dari Badan Pangan Nasional di tahun 2026,” kata pria yang akrab disapa Wiwiet kepada Bisnis.

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan anggaran senilai Rp22,73 triliun dalam RAPBN 2026 diperuntukkan sebagai penguatan cadangan beras pemerintah.

Dia meyakini anggaran bernilai jumbo itu akan memperkuat CBP ke depan. “Pastinya [cadangan beras pemerintah] akan lebih kuat. Pak Prabowo sangat concern dalam penguatan cadangan pangan nasional, khususnya beras,” kata Arief kepada Bisnis.

Adapun, penugasan penyerapan beras dan gabah setara beras pada 2026 akan dilakukan sesuai dengan lampu hijau dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas).

“Selama Perpresnya masih sama, Badan Pangan Nasional yang menyiapkan penugasan seizin Rakortas tentunya,” terangnya.

Berdasarkan Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, dikutip pada Senin (18/8/2025), Perum Bulog menargetkan penyerapan gabah dan beras petani hingga 3 juta ton setara beras pada 2026. Disebutkan, pendanaannya sebagian difasilitasi melalui dana operator investasi pemerintah (OIP).

“Pada RAPBN tahun anggaran 2026, dana OIP Perum Bulog direncanakan sebesar Rp22,73 triliun,” demikian yang tertulis dari dokumen tersebut.

Untuk diketahui, pada 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk Perum Bulog sebagai OIP berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-38/MK.5/2025.

Perum Bulog akan menerima investasi melalui Rekening Investasi BUN (RIBUN). Skema investasi ini merupakan pendanaan alternatif di luar subsidi serta bersifat nonpermanen dan fleksibel.

Adapun, skema ini memungkinkan Bulog menyerap produksi petani dalam negeri dengan menggunakan mekanisme revolving fund dengan biaya rendah.

Dokumen tersebut menjelaskan, dana OIP Perum Bulog diharapkan dapat menjamin ketersediaan pasokan beras, menjaga stabilitas harga beras, serta meningkatkan kesejahteraan petani sesuai dengan tujuan dari program ketahanan pangan nasional.

Untuk diketahui, dana OIP Perum Bulog pada 2025 digunakan untuk pembelian gabah dan beras yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

“Dengan sinergi yang kuat antara Kementerian Keuangan dan Perum Bulog, kebijakan investasi ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan nasional, menjaga stabilitas harga beras, serta memastikan pemanfaatan APBN yang lebih produktif dan berdampak luas bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro