Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Sutrisno mempertanyakan langkah Kementerian Pertanian yang mengimpor berbagai macam komoditi pangan, padahal tidak ada dalam rancangan anggaran yang disampaikan ke DPR sebelumnya.
Komoditas pangan yang diimpor pada April tersebut di antaranya lembu sebesar 15.632 ton, cabai 4.523 ton, jagung 81.130 ton, dan tembakau 11.543 ton.
“Ini menjawab keraguan kami saat Kementan menjawab kesediaan pangan menghadapi Ramadan. Saat itu impor yang disebut hanya empat yaitu kedelai, bawang putih, gula pasir, dan daging. Ternyata, jagung, cabai juga impor,” ujar Sutrisno dalam Rapat Kerja antara Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian, Kamis (2/6/2022).
Dia mengatakan mestinya anggaran Kementan senilai Rp14,45 triliun untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional dan diusahakan diproduksi dalam negeri. Sebab, kata Sutrisno, komoditas yang diimpor sejatinya masih tersedia oleh petani dalam negeri.
“Jika kita ingin menghapuskan kemiskinan ekstrem itu ada di Kementerian Pertanian karena disana padat karya. Jika impor dan impor pasti produk kita tidak akan bersaing dengan luar. Sebab mereka diproduksi dengan teknologi itu, kita dengan padat karya. Kita pasti lebih mahal,” ungkapnya.
Selain itu, kata Sutrisno, kebijakan impor yang dilakukan Kementan sarat dengan penyelewengan. Hal itu, ujar dia, pernah dikatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Impor menurut KPK, banyak penyalahgunaan karena datanya tidak transparan dan tidak terintegrasi. Bahwa impor itu banyak celah-celah korupsi,” tutur mantan Bupati Majalengka itu.
Dia pun meminta agar Kementan segera membuat sistem yang menampilkan data terkait kebutuhan pangan di dalam negeri, berapa yang bisa dihasilkan oleh petani dan berapa kebutuhan impor.
Pak menteri impor itu tidak mungkin dadakan. Berarti impor sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Walaupun kebutuhan di daerah bisa terpenuhi tetap impor dijalankan. Artinya apa? Ini pemerintah mengedepankan dalam negeri.
“Karena itulah yang bisa kita kontrol. Selama ini uang yang begitu banyak, tidak ada korelasinya dengan produksi pangan dengan kondisi seperti itu,” pungkasnya.