Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan Program Strategis Nasional (PSN) food estate memerlukan upaya ekstra dari pemerintah guna mengatasi peningkatan kebutuhan pangan di Indonesia di tengah penyusutan lahan produktif.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menuturkan, setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik lahan yang berbeda untuk ditanami varietas tanaman yang berbeda. Dia mencontohkan, khusus di wilayah Jawa cocok untuk ditanami varietas jagung, kedelai, padi.
Sementara itu, untuk wilayah Kalimantan tidak semua lahan cocok untuk ditanami varietas tersebut, termasuk juga untuk wilayah Sulawesi dan Papua.
"Memang tidak bisa dipaksakan harus menanam ini di sini, tidak bisa. Karena aturannya sudah diciptakan oleh yang Maha Kuasa, tetapi harus ada upaya kuat dari pemerintah untuk menyiapkan food estate," ujarnya dalam wawancara kepada Bisnis dikutip Kamis (6/4/2023).
Moeldoko menegaskan program food estate masih dibutuhkan karena jumlah lahan produktif untuk ditanami bahan-bahan pokok dari tahun ke tahun mengalami penyusutan cukup besar. Sisi lainnya, jumlah penduduk menghadapi kebutuhan pangan dalam tren meningkat.
Menghadapi persoalan tersebut, dia berpendapat dibutuhkan pendekatan dalam membangun food estate dengan cara ekstensifikasi. Upaya ini, sebutnya, merupakan hal yang strategis di tengah makin terbatasnya lahan pertanian saat ini, terutama karena tingginya ancaman alih fungsi lahan pertanian dan berbagai dampak dari perubahan iklim.
Baca Juga
Selain itu, ancaman krisis pangan global memerlukan upaya antisipasi melalui peningkatan produksi di dalam negeri. Namun, perluasan lahan pertanian melalui ekstensifikasi semakin sulit dilakukan di lahan dengan kesuburan yang baik, seperti yang ada di Jawa dan sebagian Sumatra. Pengembangan lahan baru hanya memungkinkan dilakukan di lahan marjinal, baik itu berupa lahan kering atau lahan rawa.
Dia memaparkan, pengembangan food estate saat ini difokuskan di lahan rawa Kalimantan serta beberapa lahan sejenis di Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Lahan ini memerlukan perlakuan khusus dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mencapai kondisi stabil sebagai lahan budidaya. Oleh karenanya, dalam melakukan evaluasi terhadap pengembangan food estate memerlukan pendekatan tersendiri dan lebih menekankan terhadap progres pelaksanaan di lapangan.
"Karena itu, food estate bukan berarti kami garuk lahan sekarang besok bisa ditanami. Perlu semangat kuat untuk konsisten dan jangan menyerah," imbuhnya.
Selama ini, pemerintah juga telah menentukan beberapa jenis tanaman di Kalimantan Tengah untuk padi, pegunungan untuk ubi di Nusa Tenggara Timur (NTT), serta jagung dan sorgum memiliki potensi di daerah tersebut.
Khusus untuk di wilayah Sumatra, terdapat kawasan Humbang Hasundutan yang disiapkan untuk holtikultura karena di sana cukup bagus untuk kentang dan bawah putih.
"Namun, masyarakat kita lebih tertarik dengan bawang impor, gede-gede dan lebih mudah dikerjakan di dapur. Bawang kita kecil tetapi bagus," katanya.
Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo juga telah meresmikan food estate di Keerom Papua dengan proyeksi 10.000 hektare lahan tetapi yang terbuka baru sebanyak 3.000 hektare.
"Di sana akan ditanami bulan-bulan ini, akan diprioritaskan untuk petani, nanti akan dipikirkan sisanya untuk siapa. Mau enggak mau harus ada korporasi yang menjadi partner," terang Moeldoko.