Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan saat ini pemerintah menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap pembelian barang agunan sebesar 1,1 persen.
Direktur Peraturan Perpajakan Yoga Saksama menjelaskan untuk barang lelang memang pada dasarnya telah dikenakan PPN sebelumnya.
Pengenaan PPN atas penjualan agunan yang diambil alih (AYDA) telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 44/2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak PPN dan PPNBM yang selanjutnya diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 41/2023.
Pada Pasal 3 ayat (4) PMK tersebut, tercatat besaran tertentu untuk PPN barang lelang ditetapkan sebesar 10 persen dari tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa harga jual agunan.
Dalam UU PPN yang selanjutnya diperbarui dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tersebut, besaran tarif PPN yang berlaku saat ini adalah sebesar 11 persen.
“Kalau bank harus menjual dan mengenakan PPN 11 persen, susah. Oleh karena itu kami coba dengan menggunakan besaran tertentu. Kami diskusi dengan OJK, perbankan, dan lembaga keuangan yang benar gimana, ya yang benar dengan besaran tertentu 1,1 persen,” ungkap Yoga dalam Media Briefing di Gedung DJP, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Baca Juga
Artinya, tarif PPN untuk barang lelang sebesar 10 persen dari 11 persen, yaitu 1,1 persen.
Tarif tersebut lebih rendah dari PPN yang dikenakan terhadap barang maupun jasa lainnya, seperti makanan minuman dan jasa keuangan, sebesar 11 persen.
Yoga mengungkapkan, bahwa yang terjadi di lapangan sebelumnya ketika tarif PPN masih 11 persen, banyak lembaga keuangan yang tidak mengenakan PPN tersebut karena membuat harga terlalu tinggi.
Maka dari itu, penjualan agunan yang diambil alih oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan kini digunakan tarif besaran tertentu sebesar 1,1 persen.