Bisnis.com, JAKARTA – Layanan bus listrik di Bandung dan Surabaya bekas agenda G20 terancam mangkrak karena minimnya anggaran daerah dan koordinasi insentif terkait di tingkat kementerian.
Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno memaparkan bus listrik di kedua kota tersebut mulai dioperasikan sejak akhir Desember 2022.
Dia memaparkan, bus listrik tersebut sebelumnya digunakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 pada 15-16 November 2022 di Bali. Setelahnya, sebanyak 17 unit diberikan ke Kota Surabaya untuk operasional Trans Semanggi Suroboyo dan 8 unit untuk Kota Bandung dalam operasi Trans Metro Pasundan.
Operasional bus listrik di kedua kota disebutkan mulai beroperasi 18 Desember 2022 dengan launching di Surabaya pada 20 Desember 2022 dan di Bandung 24 Desember 2022. Bus listrik tersebut kemudian selesai beroperasi pada 31 Desember 2022.
Namun, hingga kini bus listrik tersebut berhenti beroperasi dan tidak tahu kapan akan beroperasi lagi. Bahkan, Djoko menyebutkan bus listrik di Surabaya hanya beroperasi 14 hari, lantaran minimnya anggaran operasional.
“Hingga sekarang tidak jelas kapan akan beroperasi lagi, bus listrik ini berpotensi mangkrak,” jelas Djoko, Senin (26/6/2023).
Baca Juga
Djoko mengatakan, minimnya anggaran untuk operasi 25 bus listrik terbilang ironis. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menggelontorkan insentif untuk kendaraan listrik senilai Rp12,3 triliun untuk periode 2023-2024.
Insentif tersebut diberikan sebanyak Rp5,6 triliun untuk 800.000 unit motor listrik, kemudian Rp6,5 triliun untuk 143.449 unit mobil listrik dan Rp192 miliar untuk pembelian 552 unit bus listrik.
Menurut Djoko, terhentinya operasi bus listrik di Bandung dan Surabaya disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan. Dia menilai, Kementerian Keuangan seharusnya dapat mengalihkan sebagian anggaran insentif kendaraan listrik dari Kementerian Perindustrian ke Kementerian Perhubungan untuk menghindari mangkrak.
Djoko melanjutkan, operasional bus listrik memerlukan investasi yang besar. Oleh karena itu, kegiatan operasinya membutuhkan kontrak multi tahun (multi years). Kontrak tersebut dinilai penting untuk kepastian investasi dan pengembangan teknologi bus listrik serta peningkatan layanan kehandalan bus.
Selain itu, dia juga menilai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) perlu turut terlibat untuk menyediakan infrastruktur kelistrikan yang memadai demi kelancaran operasi bus listrik.
Djoko mengatakan, keberadaan bus listrik akan sangat membantu kelompok masyarakat yang sangat tergantung dengan layanan angkutan umum. Menurutnya, penentu kebijakan yang mendukung angkutan massal amat diperlukan di tengah saat krisis angkutan umum yang sedang terjadi di Indonesia.
“Seyogyanya program angkutan umum didukung semua pihak instansi pemerintah. Mumpung masih ada waktu, segera lakukan pengalihan anggaran. Anggaran sudah ada, kemauan yang belum ada, masih mengedepankan ego sektoral, bukan kepentingan umum,” pungkasnya.