Bisnis.com, JAKARTA - Gerakan dan aktivitas politik akan memuncak pada 2024 karena pada tahun tersebut, masyarakat Indonesia yang mempunyai hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu) dan tahun itu menjadi tahun politik. Rakyat akan memilih partai, anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden.
Kegaduhan tampak terlihat di ruang publik saat ini, terjadi pro dan kontra terhadap calon presiden dan wakil presiden, baik di media sosial maupun ruang publik lainnya, akan makin kencang, dengan mengusung kalimat lanjutkan program pemerintah saat ini atau mengusung program perubahan pada masing masing kandidat presiden dan wakil presiden.
Situasi politik yang kian memanas ini tidak sejalan dengan iklim investasi 2024. Tahun politik akan menjadi jalan yang sunyi bagi para investor karena mereka akan menunggu siapa yang akan mengambil tongkat kekuasaan dan pemerintahan baru akan melakukan kebijakan apa dalam bidang ekonomi yang berdampak buat investasi mereka di Indonesia.
Menyiasati pelemahan investasi pada 2024, pemerintah memberikan sinyal kuat akan menstimulus perekonomian nasional dengan insentif pajak pada tahun depan.
Apa itu insentif pajak? Menurut Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), insentif adalah manfaat terukur yang diberikan kepada dunia usaha atau perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dalam mendorong dunia usaha berperilaku dengan cara tertentu, termasuk langkah-langkah yang direncanakan secara khusus untuk meningkatkan jumlah insentif.
Adapun, menurut Black Law Dictionary, insentif pajak merupakan sebuah penawaran dari pemerintah melalui manfaat pajak, dalam suatu aktivitas tertentu, seperti bantuan uang atau harta untuk kegiatan yang bermutu. Saat ini insentif perpajakan tersebut tercermin dari perkiraan belanja pajak pada 2024 yang diperkirakan mencapai Rp374,5 triliun, tertinggi sejak 2019.
Baca Juga
Stimulus perpajakan pada 2024 akan diwujudkan dalam bentuk tax holiday, tax allowance, super tax deduction, dan fasilitas pajak penghasilan badan. Dalam dunia usaha, tahun politik ini diprediksi akan berdampak buruk bagi perekonomian.
Penulis melihat insentif pajak yang diberikan pemerintah dalam mengatasi perekonomian pada tahun politik adalah strategi yang tepat guna. Sebab, insentif pajak merupakan salah satu sarana dalam mengatasi keterpurukan ekonomi dan mencegah krisis ekonomi.
Pemerintah sering kali menawarkan insentif pajak, dan hasilnya membantu mencegah kemerosotan ekonomi. Misalnya pada 2018, pemerintah memberikan pembebasan pajak melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2018 tentang Ketentuan Pengurangan Pajak Badan dan pembebasan pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/2016 tentang Perubahan PP No 18/2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu. Memberikan perlakuan istimewa, hasil dari setiap stimulus pajak menimbulkan optimisme terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi saat itu.
Insentif pajak di bidang pajak pertambahan nilai (PPN) juga tersedia (yaitu nol persen) untuk jenis ekspor jasa pada 2019 dan juga diperluas ke jenis jasa lainnya, seperti: Penyediaan layanan teknis dan informasi, penelitian dan pengembangan dan konektivitas satelit atau komunikasi/data. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31 Tahun 2019.
Selama beberapa tahun terakhir, perekonomian Indonesia terus tumbuh berkat kebijakan ekonomi pemerintah yang komprehensif, termasuk insentif perpajakan. Peningkatan perekonomian melalui insentif pajak sebenarnya didukung oleh teori insentif pajak yang dikembangkan oleh Profesor Gunadi dari Universitas Indonesia.
Dalam bukunya, Comprehensive Guide to Income Taxes, ia menjelaskan bahwa insentif pajak menghasilkan beban pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lain di kawasan.
Oleh karena itu, stimulus pajak berdampak meningkatkan produksi pada sektor bisnis, memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal, dan pada akhirnya meningkatkan produk domestik bruto dan kesejahteraan nasional.
Secara tidak langsung, insentif pajak akan mendukung perekonomian masyarakat kecil, meskipun kelompok sasaran utamanya adalah investor.
Beberapa pakar ekonomi makro memperkirakan pemilu 2024 akan menyebabkan perlambatan ekonomi sebesar 0,27% terhadap produk domestik bruto (PDB). Perlambatan perekonomian ini akan berdampak pada kondisi rakyat kecil.
Dampak resesi sudah sangat terasa pada menurunnya daya beli masyarakat yang dibuktikan dengan menurunnya aktivitas jual dan beli, baik secara online maupun offline.
Pemerintah mengantisipasi dampak yang akan dihadapi masyarakat pada tahun politik, misalnya terhadap program perlindungan sosial berdasarkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 yang akan meningkat sebesar Rp14,89 triliun dibandingkan dengan 2023.
Anggaran ini digunakan untuk berbagai kebutuhan penyaluran bantuan sosial, antara lain program keluarga harapan, bantuan gizi dasar, bantuan pendidikan, dan bantuan kesehatan.
Namun, bantuan ini perlu diawasi semaksimal mungkin agar tepat sasaran dan efektif sehingga rakyat kecil bisa terselamatkan dari keterpurukan ekonomi di tahun politik.
Situasi perekonomian pada tahun politik memang selalu menarik untuk dibicarakan dan diprediksi.
Akan tetapi, yang terpenting sebagai kaum terdidik, kita perlu berkontribusi untuk memberikan jalan keluar untuk mengatasi perekonomian nasional dan memberikan manfaat bagi banyak orang, dan tentunya investor.
Penting pula bagi para politisi yang bertarung pada 2024 hendaknya selalu mengingat untuk mengendalikan situasi dan menjaganya tetap aman. Perlu dihindari gejolak dan kekacauan sosial, juga anarkisme. Jika terjadi kekacauan, maka segala upaya ekonomi, termasuk insentif pajak, akan sia-sia dan tidak berarti.
Insentif perpajakan dan skema lainnya diharapkan berjalan sesuai harapan dan memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.