Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) angkat bicara terkait dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap sektor usaha pelayaran nasional.
Ketua Umum MTI Tory Damantoro menuturkan, tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada kenaikan biaya operasional. Hal tersebut mencakup beberapa aspek seperti untuk bahan bakar, suku cadang, asuransi, serta pembayaran gaji untuk kru asing.
"Selain biaya operasional, biaya utang investasi juga akan terdampak," jelas Tory saat dihubungi, Rabu (26/6/2024).
Menurutnya, tren pelemahan nilai tukar ini dapat menjadi momentum bagi pelaku usaha pelayaran untuk melakukan inovasi. Menurutnya, perusahaan-perusahaan pelayaran perlu meningkatkan efisiensi dan juga terus mencari peluang kerja sama di luar negeri.
Dia menuturkan, contoh kerja sama internasional tersebut adalah perjanjian bilateral eksklusif memanfaatkan asas cabotage. Kemudian, perusahaan pelayaran Indonesia juga dapat bekerja sama dengan operator di luar negeri dalam bentuk aliansi strategis pada rute-rute, layanan, dan lainnya.
"Kerja sama internasional yang lebih banyak ini berguna agar perusahaan dapat lebih banyak pendapatan dalam mata uang asing," katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto memaparkan, salah satu efek negatif tren pelemahan rupiah ini adalah kenaikan biaya perawatan dan operasional kapal. Carmelita mengatakan, dampak ini terutama akan dirasakan oleh pelaku usaha yang harus mengimpor suku cadang kapal.
"Kita melihat akan terjadi kenaikan biaya perawatan dan operasional akibat pergantian suku cadang yang masih diimpor. Sementara itu, sukucadang yang sudah diproduksi di dalam negeri tentu tidak berubah," ujar Carmelita.
Dia melanjutkan, pelemahan nilai tukar rupiah juga membuat pelaku usaha pelayaran harus memperhitungkan kembali biaya investasi yang harus dikeluarkan saat hendak membeli kapal bekas dari luar negeri.
Selain itu, perusahaan juga harus melakukan studi kelayakan (feasibility study) ulang terkait rencana pembelian armada kapal. Sehingga, proses tersebut akan memakan waktu dan juga biaya yang lebih banyak.
"Akan terjadi juga kenaikan biaya investasi untuk membeli kapal, yang juga berdampak ke studi ulang. Secara nasional, ini akan melelahkan daya saing Indonesia [sektor pelayaran]," ujar Carmelita.