Bisnis.com, JAKARTA- Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) mengajukan kebutuhan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2,21 triliun sebagai modal untuk membangun fasilitas produksi baru.
Penambahan fasilitas baru tersebut akan menambah produksi 1 miliar dosis vaksin. Adapun, saat ini Biofarma memiliki kapasitas produksi sebanyak 3,5 miliar dosis vaksin per tahun yang terdiri dari bahan baku dan produk jadi, mencakup 16 produk vaksin.
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan ada banyak mesin-mesin produksi eksisting saat ini yang berumur lebih dari 20 tahun dan perlu untuk diremajakan, sekaligus mengembangkan produk baru.
"Tahun 2023, hasil dari WHO terdapat temuan terkait dengan legacy facility. Artian, ini warning buat kami untuk segera melakukan improvisasi dan peremajaan terhadap sarana dan prasarana produksi," kata Shadiq saat RDP di Komisi VI DPR RI, Rabu (10/7/2024).
Shadiq menuturkan, pendanaan PMN cukup penting untuk memperkuat industri strategis dalam mendukung ketahanan kesehatan nasional melalui program imunisasi dan pemenuhanan suplai vaksin global.
Terlebih, kondisi fasilitas produksi yang relatif tua dan perlu upaya peremajaan guna memenuhi standar dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta standar WHO.
"Dari PMN ini kami akan membangun sarana produksi berupa bangunaan, alat mesin, sebesar Rp2,21 triliun dgn yg akan memproduksi beberapa jenis vaksin dgn output sekitar 1 miliar dosis, terdiri dari 700 juta drug substance atau bahan baku dan 300 juta drug product atau finished product," terangnya.
Dengan dana PMN tersebut, Bio Farma juga menargetkan untuk meningkatkan pangsa pasar vaksin dunia. Adapun, saat ini perusahaan plat merah itu baru dapat supply 5% terhadap kebutuhan global.
Sementara itu, produk-produk vaksin dari India melalui Serum Institute of India (SII) yang menguasai pasar hingga 20%, disusul Sanofi asal Prancis sebesar 11%, GSK dari Korea 7%, dan CNBG dari China 5%.
"Sehingga kami masih punya peluang pasar untuk bisa dikembangkan," imbuhnya.
Dia pun membandingkan perusahaan farmasi terbesar dari Amerika Serikat (AS) yaitu Merck Sharp Dohme (MSD) yang mengeluarkan dana Research and Development (R&D) sebesar Rp45-50 triliun.
"Sementara kita hanya 5% dari revenue kita atau kruang elbih Rp250 miliar yang kita keluarkan," terangnya.
Fasilitas produksi baru juga akan mendukung Biofarma dalam mengembangkan produk baru yang telah mampu diproduksi namun belum didukung fasiltias memadai seperti Rotavirus yang masih impor dari India, Typhoid Conjugate, dan Hepatitis B sebagai vaksin dasar.