Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Crazy Rich Menjamur, Pajak Orang Super Kaya Harus Dieksekusi

Ekonom menilai pajak orang super kaya di Indonesia harus segera dieksekusi lantaran jumlah crazy rich makin banyak.
Ilustrasi orang kaya atau crazy rich. Dok Freepik
Ilustrasi orang kaya atau crazy rich. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif The Prakarsa Ah Maftuchan menilai bahwa implementasi pajak orang super kaya atau crazy rich semakin mendesak dilakukan di tengah krisis ekonomi global. 

Menurutnya, pajak kekayaan dapat menjadi opsi sumber pendapatan domestik dan dapat mendongkrak pendapatan negara secara signifikan, terutama dalam rangka mendanai program sosial, menciptakan pemerataan ekonomi, dan mendanai program pembangunan lainnya.

Di tengah krisis global saat ini, Maftuchan mengatakan jumlah orang super kaya atau high-net worth individual (HNWI) justru bertambah. Selain itu, jumlah kekayaan HNWI lama justru mengalami peningkatan.

Di Indonesia, imbuhnya, jumlah WNI dengan nominal kekayaan di atas US$1 juta hampir mencapai 172.000 orang pada 2020, naik 62% dibandingkan periode 2019.

Forbes pada 2022 juga mencatat total gabungan aset bersih 50 orang terkaya di Indonesia meningkat 22%, dari US$133 miliar atau sekitar Rp1.938 triliun pada 2020 menjadi US$162 miliar atau sekitar Rp2.324 triliun pada 2021.

“Ini hampir setara dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN] Indonesia 2020,” katanya kepada Bisnis, Kamis (25/7/2024).

Menurutnya, pajak kekayaan dikenakan terhadap kekayaan bersih dari total gabungan aset, termasuk tabungan bank, deposito, saham, waran, surat berharga, sukuk, logam mulia, donasi, warisan, mata uang kripto, dan hibah. 

Selain itu, pajak kekayaan dikenakan sebanyak satu kali dalam setahun kepada wajib pajak atau pihak yang mewakili keluarga HNWI.

Berdasarkan kajian Universitas Greenwich, Perancis, dia mengatakan pajak progresif atas kekayaan bersih juga diperkirakan dapat menghasilkan pendapatan antara 3% hingga 10,8% dari PDB.

Lebih lanjut, dengan asumsi sekitar 4.600 orang Indonesia yang memiliki kekayaan di atas US$10 juta atau Rp144 miliar, the Prakarsa melakukan simulasi penghitungan tax-rate/tax-bracket melalui 4 opsi.

Pertama, dengan tax-rate flat 1%, potensi penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan adalah sebesar Rp54 triliun.

“Dengan menggunakan data Forbes, olahan penelitian mengestimasi penerimaan pajak sekitar Rp27,9 triliun dari 100 orang terkaya Indonesia, sedangkan sisanya berkontribusi Rp26,2 triliun," imbuhnya. 

Kedua, jika tax-rate 2%, potensi penerimaan diperkirakan mencapai Rp86,6 triliun, di mana golongan 100 orang terkaya akan menyumbang sebesar Rp55,7 triliun dan sisanya menyumbang Rp30,9 triliun.

“Melalui hasil ini, pajak kekayaan senilai 6,78% dari realisasi penerimaan pajak pada 2021,” jelas Maftuchan.

Ketiga, dengan penerapan pajak progresif 1%-2%, potensi penerimaan diperkirakan mencapai Rp78,5 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 6,15% dari realisasi penerimaan pajak pada 2021.

Keempat, dengan penerapan pajak progresif 1,5%-4%, potensi penerimaan diperkirakan mencapai Rp155,3 triliun.

"Hasil dari model ini setara dengan 12,15% dari realisasi penerimaan pajak Indonesia pada 2021," jelasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper