Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kala Begawan Ekonomi Reuni Bahas Nasib Kelas Menengah, Bawa Solusi Apa?

Para mantan Menko Perekonomian berkumpul dengan sejumlah pejabat teras pemerintahan saat ini membahas kondisi kelas menengah, sebagai elemen kunci perekonomian.
Arlina Laras, Surya Dua Artha Simanjuntak
Rabu, 28 Agustus 2024 | 08:40
Para mantan menteri koordinator bidang perekonomian dalam acara Dialog Ekonomi dengan tema Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045 di kompleks Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (27/8/2024). / dok. Biro KLIP Kemenko Perekonomian
Para mantan menteri koordinator bidang perekonomian dalam acara Dialog Ekonomi dengan tema Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045 di kompleks Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (27/8/2024). / dok. Biro KLIP Kemenko Perekonomian

Bisnis.com, JAKARTA — Satu per satu mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian menginjakkan kakinya di Gedung AA Maramis pada Selasa (27/8/2024) pagi. Atas undangan Kemenko Perekonomian, para begawan ekonomi itu berkumpul untuk membahas nasib kelas menengah dan bagaimana menyiapkannya untuk menjadi amunisi mencapai Indonesia Emas 2045.

Pada pagi itu, dalam rangka HUT ke-58 Kemenko Perekonomian, instansi tersebut menggelar Dialog Ekonomi dengan tema Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045.

Senyum dan sapa menyeruak saat para mantan petinggi negeri tiba untuk berbagi pandangannya soal perekonomian ke depan. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto selaku tuan rumah menyambut mereka.

Terdapat lima mantan menko yang hadir, yakni Menko Perekonomian periode 2001—2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian periode 2004—2005 Aburizal Bakrie, Menko Perekonomian Sementara periode Mei—Agustus 2008 Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian periode Mei—Oktober 2014 Chairul Tanjung, dan Menko Perekonomian periode 2015—2019 Darmin Nasution.

Ketika semua telah berkumpul di ruangan dan berbincang, rupanya pertemuan itu dinyatakan tertutup. Awak media yang meliput pun harus menunggu di luar ruangan hingga acara usai.

Dalam keterangan resmi Kemenko Perekonomian, terungkap bahwa Airlangga menjelaskan kelas menengah dan kelompok aspiring middle class mewakili 64% populasi Indonesia, yakni mencapai 167,7 juta orang. Jumlah besar itu membuat posisi kelas menengah sangat vital dalam mendorong perekonomian Tanah Air.

"Kelas menengah Indonesia menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi kelompok ini tumbuh sekitar 12% setiap tahun sejak 2002, dan mewakili hampir setengah dari total konsumsi rumah tangga nasional," ujar Airlangga, Selasa (27/8/2024).

Airlangga memaparkan bahwa karakteristik utama kelas menengah di Indonesia mencakup pola konsumsi beragam, dengan pengeluaran terbesar dialokasikan untuk makanan, diikuti oleh perumahan, kendaraan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan.

Berdasarkan karakteristik pekerjaan, sebagian besar pekerja kelas menengah memiliki pekerjaan formal, dan lainnya menjalankan bisnis produktif atau menjadi wirausaha.

Terkait pembangunan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045, kelas menengah berperan menumbuhkan kewirausahaan dan menciptakan lapangan kerja, mendongkrak human capital dan tingkat tabungan.

"Menjaga ketahanan kelas menengah menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga pertumbuhan kelas menengah sangat penting untuk dilakukan pemerintah," ujar Airlangga.

Kelas menengah juga dinilai berperan krusial dalam menjaga demokrasi terkait stabilitas sosial, seperti mendorong investasi terutama pada kualitas produksi yang lebih baik, mendorong perubahan sosial dan kebijakan terkait semisal anti korupsi, demokrasi, pelayanan publik, serta pengentasan kemiskinan.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (ketiga kiri), Menko Perekonomian sementara periode Mei—Agustus 2008 Sri Mulyani Indrawati (kiri), Menko Perekonomian periode 2015—2019 Darmin Nasution (kedua kiri), Menko Bidang Perekonomian periode Mei—Oktober 2014 Chairul Tanjung (kedua kanan) berbincang usai Dialog Ekonomi di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/8/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (ketiga kiri), Menko Perekonomian sementara periode Mei—Agustus 2008 Sri Mulyani Indrawati (kiri), Menko Perekonomian periode 2015—2019 Darmin Nasution (kedua kiri), Menko Bidang Perekonomian periode Mei—Oktober 2014 Chairul Tanjung (kedua kanan) berbincang usai Dialog Ekonomi di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/8/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P

Setelah acara selesai, Airlangga hanya mengungkap beberapa poin yang menjadi pembahasan para begawan ekonomi itu. Salah satunya adalah pemerintah telah memberikan dukungan bagi kelas menengah melalui sejumlah kebijakan, seperti program perlindungan sosial, insentif pajak, Kartu Prakerja, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta subsidi dan kompensasi energi.

Kebijakan itu dinilai dapat mencegah penurunan kelas menengah ke kelompok rentan serta memastikan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Namun demikian, Airlangga dan para mantan menko tidak menjabarkan lebih lanjut dinamika diskusi yang terjadi antara para pemimpin lintas generasi tersebut.

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa pemerintah menaruh perhatian kepada kelompok penduduk kelas menengah dan aspiring middle class atau kelompok miskin yang berhasil naik kelas namun masih rentan miskin.

"Kita kan khawatir pada 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan. Kita ingin mendorong meningkatkan kembali," jelas Susiwijono, Selasa (27/8/2024).

Dia mengakui, kelas menengah merupakan pendorong utama perekonomian Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan jumlah kelas menengah akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Alasannya, sambung Susiwijono, karena kelas menengah sangat berkontribusi kepada penerima pajak. Jika kelas menengah bertambah maka basis pajak juga semakin tinggi.

"Kelas menengah ingin kita tingkatkan lagi jumlahnya karena share-nya ke ekonomi yang sangat besar," jelas Susi.

Insentif PPN 100% Ditawarkan sebagai Solusi

Pemerintah memutuskan memberikan dua insentif pembiayaan perumahan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh kelas menengah.

Pertama, insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah di bawah Rp5 miliar serta dengan batasan pemberian insensif sebesar Rp2 miliar.

Kedua, pemerintah menambah unit fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dari yang semula 166.000 unit menjadi 200.000 unit.

"Jadi dengan dua kebijakan tersebut yang berlaku nanti untuk 1 September [hingga 31 Desember 2024], diharapkan ini juga mendorong kemampuan daripada kelas menengah, mendorong sektor konstruksi. Kita tahu sektor konstruksi itu dan perumahan itu multiplier-nya [efek bergandanya] tinggi," ujar Airlangga.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengaku belum tahu pasti berapa besaran anggaran yang digelontorkan untuk biayai kebijakan PPN DTP 100% dan penambahan unit FLPP tersebut. Dia hanya menegaskan, pemerintah ingin insentif tersebut dimanfaatkan oleh sebanyak-banyaknya masyarakat.

"Kalau makin banyak rumah yang ditransaksikan, laku, itu berarti kegiatan ekonominya berputar. Jadi kita ingin malah itu dipakai sebanyak-banyaknya karena seperti yang dikatakan Pak Menko tadi, yang namanya perumahan itu multiplier-nya salah satu yang paling tinggi," ujar Suahasil pada kesempatan yang sama.

Kelas Menengah Turun Kasta

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional optimistis bahwa strategi menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional ke level 6% hingga 7% bisa mendukung program pemerintah mengejar target Indonesia Emas 2045.

Deputi Bidang Ekonomi KKP/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan target ini realistis sekaligus optimistis untuk menjadikan Indonesia keluar dari middle income trap.

"2045 kita nanti akan keluar dari middle income trap, kita harus bisa tumbuh 6%—7% rata-per tahun. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional [RPJPN] 2025—2045, supaya bisa mencapai 6%—7% salah satu syaratnya adalah kita harus mempertebal kelas menengah," ujarnya usai agenda Dialog Ekonomi, Selasa (27/8/2024).

Dia menyebut saat ini kelas menengah berada pada level 17%. Nanti secara bertahap akan dinaikkan hingga di atas 20% sampai akhir 5 tahun ke depan. Lebih jauh, dirinya memproyeksikan middle class pada 2045 dapat mencapai 80%.

"Kita balik ya. Jadi, proporsi kelas menengah tahun 2045 juga diharapkan mencapai 80%," ujar Amalia.

Sementara itu, laporan terbaru Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menunjukkan bahwa lebih dari 8,5 juta penduduk kelas menengah Indonesia turun kasta sejak 2018.

Dalam laporan Indonesia Economic Outlook Triwulan III/2024, LPEM UI mengategorikan kelas menengah sebagai penduduk yang memiliki peluang kurang dari 10% menjadi miskin atau rentan di masa depan berdasarkan konsumsinya saat ini—sesuai kategori Bank Dunia.

Berdasarkan definisi tersebut, LPEM FEB UI mengalkulasikan jumlah kelas menengah di Indonesia berdasarkan garis kemiskinan tingkat kabupaten/kota.

Hasilnya, jumlah kelas menengah sempat meningkat cukup tajam dari 2014 hingga 2018: dari 39 juta (15,6% jumlah penduduk) menjadi 60 juta jiwa (23% jumlah penduduk). Meski demikian, setelah 2018 yang terjadi malah sebaliknya

"Sejak saat itu, penduduk kelas menengah mengalami penurunan hingga lebih dari 8,5 juta jiwa. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta jiwa [pada 2023] dengan proporsi populasi sekitar 18,8%," tertulis dalam laporan LPEM FEB UI, dikutip pada Rabu (28/8/2024).

Masalahnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan jika Indonesia ingin mencapai status negara berpenghasilan tinggi maka jumlah kelas menengah harus ditingkatkan menjadi 70% dari populasi Indonesia pada 2045 alias Indonesia Emas.

Sejalan, LPEM UI juga mencatat bahwa daya beli kelas menengah terus tergerus sejak 2018. Pada 2018, porsi konsumsi kelas menengah mencapai 41,9% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia.

Sejak saat itu, tren terjadi penurunan. Pada 2023, total konsumsi kelas menengah hanya mencapai 36,8% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper