Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian Luhut Target Pangsa Pasar EV di RI Tembus 5% Tahun Ini

Kemenko Marves menargetkan pangsa pasar kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) tembus 5% hingga akhir tahun 2024.
Deretan mobil listrik berada di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) milik Hyundai di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Deretan mobil listrik berada di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) milik Hyundai di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menargetkan pangsa pasar kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) tembus 5% hingga akhir tahun 2024. 

Hal tersebut disampaikan oleh kementerian yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan itu usai menggelar pertemuan pemangku kepentingan secara tertutup bertajuk 'Accelerating Indonesia's EV Transition' di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (17/9/2024). 

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan, pertemuan tersebut membahas strategi yang dapat ditindaklanjuti guna meningkatkan adopsi kendaraan listrik (EV) di Indonesia. 

"Hari ini di Indonesia itu first half [semester I/2024] mungkin masih sekitar 3%. Harapan saya di akhir tahun ini bisa jadi 4-5% market share-nya ya," kata Rachmat saat ditemui Bisnis, Selasa (17/9/2024). 

Jika merujuk pada laporan BlombergNEF, Rachmat menyebutkan bahwa di beberapa negara terjadi peningkatan market share EV lebih dari 10%-15%, terlebih di China yang terus meningkat hingga 30%-40%. 

Rachmat juga melihat prospek cerah transisi kendaraan dengan mesin internal combustion engine ke EV di Indonesia. Menurut dia, transisi EV adalah suatu keniscayaan. 

"Nah, studi dari Bloomberg itu dia bilang gini biasanya antara 5% sampai 10% kalau sudah capai market share itu akan naik gitu. Jadi itu yang lagi kita kejar juga di Indonesia," ujarnya. 

Dia pun tak memungkiri bahwa ekosistem EV masih menjadi barang baru di Tanah Air. Berbeda dengan kendaraan berbahan bakar minyak yang sudah matang dan lengkap infrastrukturnya. 

Pemerintah pun baru mengakselerasi aturan terkait pengembangan EV pada 2019 dan produksi mulai dibangun pada 2022-2023. 

"Jadi intinya sih hari ini menurut saya isunya adalah familiarity. Tapi secara teknologi, secara benefit ya buat kita di pemerintah karena kita melihat benefit-nya cukup besar," jelasnya. 

Terlebih, penggunaan EV juga disebut dapat mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM), lebih bersih secara lingkungan sehingga mengurangi emisi CO2, polusi, dan mengurangi impor BBM. 

"Jadi menurut kami ini cukup baik untuk dilaksanakan. Tinggal kita harus pastikan bahwa industrinya juga terbangun di Indonesia supaya kita tidak hanya nanti import barangnya saja," tuturnya. 

Di sisi lain, dia juga menyoroti isu infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) atau charging EV yang masih perlu dimasifkan. Sebab, dia meyakini ketersediaan pasokan listrik di Indonesia telah memadai. 

Kedua, terkait kemampuan infrastruktur alat pengisian yang diperlukan fast charing untuk dapat membuat SPKLU bisa seperti SPBU saat ini. Namun, Rachmat menyebut, pengisian baterai EV bisa dilakukan dengan cara lain. 

"Mobil itu kan jarang untuk pemakaian manusia normal ya itu kan jarang jalan terus. Dia kalau malam di garasi, kalau siang di kantor ya itu kalau misalnya bisa dibuatkan charging yang agak lebih murah atau di-planning itu sebenarnya bisa juga," jelasnya. 

Dalam hal ini, Rachmat menyebutkan, sejumlah dukungan pemerintah dari sisi payung hukum seperti Peraturan Presiden (Perpres) No. 55/2019 yang telah diubah menjadi Perpres 79/2023 untuk Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle). 

"Untuk orang-orang yang bikin charging itu dia misalnya bisa beli listriknya in bulk gitu ya harganya beda terus dia juga bisa jual tentunya dengan memperhitungkan biaya investasi. Harganya sedikit lebih mahal lah daripada beli listrik dicolok gitu kan ya. Jadi program itu ada dan kita juga sebenarnya minta dari BUMN juga untuk mendukung," jelasnya. 

Untuk itu, pemerintah yang memiliki tujuan untuk melakukan energi transisi menggandeng Rocky Mountain Institute (RMI) sebagai lembaga think tank internasional untuk membahas strategi ke arah bebas karbon ekonomi termasuk transportasi. 

Dalam kesempatan yang sama, Managing Director of Global South Program RMI Justin Locke mengatakan, pihaknya melihat komitmen Indonesia telah membuat komitmen untuk menjadi nol bersih pada tahun 2045. 

"RMI telah bermitra dengan pemerintah di Indonesia untuk mendukung pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut. Hari ini adalah bahwa sektor transportasi menawarkan peluang luar biasa tidak hanya untuk mengurangi impor minyak Indonesia yang saat ini disubsidi oleh pembayar pajak dan pemerintah," terangnya. 

Transisi EV juga menawarkan peluang terbesar dalam hal ekonomi. Faktanya, dengan beralih dari mesin pembakaran internal kendaraan roda dua ke kendaraan roda dua listrik, setiap pemilik kendaraan roda dua tersebut dapat menghemat hingga US$200-US$300 per tahun. 

"Itu adalah penghematan yang signifikan bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan ini yang merupakan bentuk transportasi utama di Indonesia," terangnya. 

Justin juga melihat transisi EV memiliki manfaat lain selain penghematan biaya, termasuk peningkatan polusi udara yang merupakan perhatian signifikan di daerah perkotaan serta mencapai tujuan dekarbonisasi pemerintah. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper