Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Sebut Regulasi yang Rumit Bikin Indonesia Terjebak Middle Income Trap

Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, regulasi dan kebijakan yang rumit membuat Indonesia susah lepas dari middle income trap alias jebakan pendapat menengah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu periode 2013—2019 Marwanto Harjowiryono (kiri) saat sesi diksusi tentang peluncuran buku biografi Sri Mulyani berjudul No Limits Reformasi dengan Hati di Jakarta, Jumat (20/9/2024). / Bisnis-Abdurachman
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu periode 2013—2019 Marwanto Harjowiryono (kiri) saat sesi diksusi tentang peluncuran buku biografi Sri Mulyani berjudul No Limits Reformasi dengan Hati di Jakarta, Jumat (20/9/2024). / Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, regulasi dan kebijakan yang rumit membuat Indonesia susah lepas dari middle income trap alias jebakan pendapat menengah.

Sri Mulyani menjelaskan, visi Indonesia Emas mengamanatkan agar Indonesia menjadi negara pendapatan tinggi pada 2045. Menurut visi Indonesia Emas, negara pendapatan tinggi harus memiliki pendapatan per kapita di atas US$26.200 pada 2045.

Masalahnya, pendapatan per kapita Indonesia baru di angka US$4.806 pada 2023. Oleh sebab itu, Sri Mulyani mendorong agar berbagai halangan yang buat Indonesia sudah menjadi negara pendapatan tinggi harus diatasi.

"Middle income trap itu biasanya muncul dalam bentuk regulasi dan policy [kebijakan] yang membuat rumit suatu perekonomian dan makin membebankan kepada masyarakat," jelasnya dalam Rakornas P2DD di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).

Bendahara Negara tersebut menjelaskan, salah satu upaya pemerintah untuk atasi permasalahan regulasi yang rumit dengan menerbitkan UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Sri Mulyani mengatakan, UU HKPD mengharmoniskan belanja pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Dengan demikian, sambungnya, UU HKPD membuat kebijakan fiskal pusat dan daerah semakin bersinergi sehingga diharapkan membuat urusan birokrasi semakin sederhana.

"Karena kalau program di nasional adalah ketahanan pangan, ketahanan energi, penurunan stunting, maka dia juga harus disinkronkan di daerah. Dan dari program muncul kegiatan dan kemudian record atau catatan mengenai output atau keluaran," ujarnya.

Lebih lanjut, dia juga mengingatkan UU HKPD mengamanatkan agar pemerintah daerah (Pemda) meningkat local taxing power alias penguatan pajak daerahnya dengan mengidentifikasi potensial pendapatan daerah.

Untuk mewujudkan itu, Sri Mulyani mengaku pemerintah pusat juga telah melakukan intervensi melakukan kebijakan pajak daerah seperti opsen pajak kendaraan bermotor dan biaya balik nama kendaraan bermotor.

Tak hanya itu, pemerintah pusat turut melakukan intervensi melalui administrasi perpajakan. Menurut Sri Mulyani, pemerintah pusat terus mendorong agar Pemda melakukan modernisasi administrasi perpajakan yang dengan digitalisasi daerah.

"Digitalisasi yang dilakukan hari ini merupakan bagian untuk terus meningkatkan kemampuan dari sisi modernisasi, baik dari sisi bisnis prosesnya maupun infrastruktur administrasinya," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper