Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset Celios: Pendapatan Nelayan Lokal Terancam Akibat Ekspor Pasir Laut

Celios mengungkapkan pendapatan nelayan lokal terancam turun drastis imbas dibukanya keran ekspor pasir hasil sedimentasi laut.
Ilustrasi tambang pasir laut/dlhkdiy
Ilustrasi tambang pasir laut/dlhkdiy

Bisnis.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan pendapatan nelayan lokal terancam turun drastis imbas dibukanya keran ekspor pasir hasil sedimentasi laut.

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyampaikan, penambangan pasir laut menyebabkan degradasi ekosistem laut yang berdampak pada perikanan tangkap. Bahkan, masyarakat pesisir utamanya nelayan, terancam kehilangan mata pencaharian akibat penurunan hasil tangkapan ikan.

“Data historis sebelumnya pada 2001 hingga 2009 ikut menunjukkan korelasi negatif antara peningkatan ekspor pasir laut dan produksi perikanan tangkap,” ungkap Huda dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024).

Dalam studi terbarunya bertajuk 'Siapa Untung dari Ekspor Pasir Laut?', Celios melakukan penelitian dengan asumsi, pertama, elastisitas ekspor pasir laut terhadap produksi perikanan tangkap -0.02%, artinya kenaikan ekspor pasir laut sebesar 1% akan mengurangi produksi perikanan tangkap sebesar 0,02%.

Kedua, volume ekspor pasir laut hanya 2,7 juta meter kubik atau 8,77% dari ekspor global, dan ketiga, harga acuan sebesar Rp186.000 per meter kubik dan PNBP 35% sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.6/2024 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 85/2021.

Hasilnya, sektor perikanan mengalami penurunan cukup dalam, dengan nilai tambah sektor perikanan berkurang sebesar Rp1,59 triliun. Hal ini pada akhirnya memangkas pendapatan nelayan secara total.

“Ditaksir pendapatan nelayan yang hilang Rp990 miliar,” tulis Celios dalam laporannya, dikutip Rabu (2/10/2024).

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menambahkan, ekspor pasir laut berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir. Menurutnya, model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal (capital intensive) bukan padat karya (labor intensive).

Adapun, dalam laporannya, jumlah nelayan lokal diperkirakan berkurang sekitar 36.400 orang dan akan mengubah pencaharian utama dari menangkap ikan ke sektor lainnya. 

Biasanya, mereka akan merantau ke perkotaan ataupun beralih menjadi buruh atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan yang belum tentu lebih baik dari sebelumnya. 

“Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing,” kata Bhima.

Sebagaimana diketahui, keputusan pemerintah untuk kembali membuka keran ekspor pasir laut melalui PP No.26/2023 telah memicu kontroversi. 

Dalam beleid itu, pemerintah mengizinkan ekspor pasir laut hasil sedimentasi, sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/2024 juga memperkuat kebijakan ekspor pasir laut.

Keputusan ini sekaligus mencabut larangan ekspor pasir laut yang telah berlaku selama kurang lebih 20 tahun lamanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper