Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Domino Pelemahan Daya Beli: Ekonomi Ketat, Kredit Berat, Asuransi Tersendat

Penurunan daya beli masyarakat dalam beberapa bulan terakhir berisiko memberikan efek terhadap sejumlah sektor, seperti penyaluran kredit hingga asuransi.
Annasa Rizki Kamalina, Arlina Laras, Pernita Hestin Untari, Surya Dua Artha Simanjuntak
Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30
Aktivitas jual beli kebutuhan pokok di Pasar Minggu. Bisnis/Nurul Hidayat
Aktivitas jual beli kebutuhan pokok di Pasar Minggu. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Tren deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut hingga September 2024 menjadi sinyal penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah.

Pelemahan daya beli ini pun menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan pelaku ekonomi karena memiliki efek berantai dan dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan bahwa deflasi selama berbulan-bulan hanya terjadi ketika ada krisis atau kondisi ekonomi yang sedang tidak baik.

Deflasi berbulan-bulan, sambungnya, merupakan anomali dengan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas 5%.

"Deflasi lima bulan berurut-urut itu mengkhawatirkan menurut saya, karena kalau dalam kondisi normal ini tidak terjadi untuk negara dengan tingkat pertumbuhan seperti di Indonesia yang 5%," ujar Faisal kepada Bisnis, Selasa (1/10/2024).

Dia menjelaskan, notabenenya deflasi terjadi karena lemahnya tingkat permintaan. Dalam konteks Indonesia belakangan, dia meyakini pendapatan masyarakat melemah.

Menurutnya, pendapatan masyarakat saat ini lebih rendah dibandingkan pra pandemi. Selain itu, banyak orang yang belum bisa kembali bekerja usai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) saat masa pandemi.

"Ini mempengaruhi dari tingkat spending mereka sehingga spending itu relatif melemah terutama untuk kalangan yang menengah dan bawah," jelas Faisal.

Efek Berantai

Deflasi dan pelemahan daya beli juga berisiko memengaruhi sektor lain seperti perbankan, terutama pada penyaluran kredit. Menurunnya daya beli masyarakat menyebabkan permintaan kredit melambat, baik untuk konsumsi maupun investasi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan deflasi secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada kinerja bisnis bank. Dia menyebut deflasi berdampak salah satunya pada permintaan kredit.

“Adapun dari sisi permintaan kredit, ketika deflasi terjadi menggambarkan bahwa daya beli itu rendah. Jadi ketika daya beli rendah, artinya masyarakat menurunkan konsumsinya,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/10/2024). 

Di sisi lain, dia juga mengatakan bahwa penurunan pendapatan bisa menjadi bahaya serius bagi perbankan karena dapat memicu kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL). 

Akan tetapi, kata Abdul apabila disoroti secara kasus per kasus, di mana deflasi terjadi lantaran masyarakat mengerem belanja, sebaliknya kondisi ini bisa memperbaiki kemampuan dalam membayar cicilant

“Berarti harus dapat dilihat dua persepsi, persepsi makronya dan persepsi individunya. Tapi saya lebih kepada melihat dari sisi makronya sih bahwa deflasi itu karena daya beli masyarakat yang turun. Jadi orang enggak punya duit untuk belanja,” tandasnya. 

Sementara itu, Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Khoilul Rohman dalam risetnya memperkirakan penurunan 4%—5% daya beli kelas menengah, berdampak negatif pada beragam variabel ekonomi di Indonesia, yang pada akhirnya juga berimbas negatif pada lini bisnis asuransi.

"Jadi penurunan daya beli kelas menengah sebesar 4%—5% itu dampaknya ternyata lebih besar ke asuransi umum daripada asuransi jiwa," kata Ibrahim di acara Media Gathering IFG Conference 2024 di Jakarta, Selasa (15/10/2024).

Dari hitungannya, untuk penurunan 4%—5% daya beli kelas menengah akan berdampak negatif sebesar 39%—49% penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang berimbas pada penurunan sekitar 5%—6% pada asuransi properti.

Penurunan daya beli juga berdampak sebesar 65%—81% penjualan kendaraan bermotor yang berimbas sebesar 6%—7% terhadap asuransi kendaraan bermotor. Dampak lainnya adalah sebesar 2%—3% bagi populasi masyarakat yang tinggal di perkotaan, yang membawa dampak sebesar 12%—15% asuransi kecelakaan pribadi.

Terakhir, penurunan daya beli masyarkat kelas menengah sebesar 4%—5% juga membawa dampak sebesar 8%—10% penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berimbas sebesar 15%—19% pada asuransi kredit.

Di sisi lain, terjadi peningkatan piutang pembiayaan Buy Now Pay Later atau layanan paylater dari perusahaan pembiayaan di saat daya beli masyarakat turun.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat dari Juni hingga Agustus 2024 piutang pembiayaan BNPL perusahaan pembiayaan konsisten mencetak pertumbuhan dua digit. Masing-masing tumbuh 47,81% (year on year/YoY) menjadi Rp7,24 triliun, kemudian tumbuh 73,55% (YoY) menjadi Rp7,81 triliun, dan kembali tumbuh 89,20% (YoY) menjadi Rp7,99 triliun.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda khawatir hal ini akan menjadi bom waktu terhadap batas aman rasio kredit macet atau non performing financing (NPF).

Meski begitu, NPF relatif tetap terjaga di bawah ambang batas sesuai ketentuan OJK. NPF gross BNPL perusahaan pembiayaan dari Juni hingga Agustus 2024 masing-masing 3,07%, 2,82%, dan membaik di level 2,52%.

"Namun demikian, terdapat potensi nilai NPF bisa meningkat dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan habisnya tabungan nasabah. Ketika sudah tidak ada biaya pembayaran cicilan, yang terjadi adalah pembayaran cicilan jadi macet. Maka potensi gagal bayar juga bisa lebih tinggi ke depan," kata Huda kepada Bisnis, Kamis (10/10/2024). 

Seperti apa saat ini diskusi dengan konsorsium LG apa sudah ada kemajuan untuk pembahasan JV di sisi hulu tambang dan smelter?

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper