Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi 'China' Mendingin, IMF Klaim Rentetan Stimulus Jumbo Belum Cukup Hindari Deflasi

IMF menyebut rentetan stimulus fiskal yang dilakukan China baru-baru ini tidak memenuhi kebutuhan untuk mengatasi risiko deflasi.
Warga berjalan di dekat bendera China./ Bloomberg - Paul Yeung
Warga berjalan di dekat bendera China./ Bloomberg - Paul Yeung

Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut rentetan stimulus fiskal yang dikucurkan pemerintah China baru-baru ini tidak memenuhi kebutuhan untuk mengatasi potensi risiko deflasi yang melanda negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Mengutip Bloomberg pada Jumat (25/10/2024). Kepala Departemen Asia Pasifik IMF Krishna Srinivasan mengatakan meskipun stimulus terbaru dapat mengerek pertumbuhan China hingga sebesar 4,8% namun pemerintahan Xi Jinping harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk mengatasi kehancuran properti dan mengurangi tekanan harga.

“Kami yakin langkah-langkah yang diumumkan tidak akan cukup karena permintaan domestik sangat lemah. Anda harus memastikan perumahan pra-penjualan selesai. Yang kedua, permasalahan pengembang yang layak dan tidak layak harus diselesaikan," ujar Srinivasan.

Menurutnya, China harus mengalokasikan sekitar 5% dari produk domestik brutonya untuk menstabilkan krisis perumahan. Jumlahnya akan mencapai paket senilai sekitar 6,3 triliun yuan atau setara US$885 miliar (sekitar Rp13.819,18 triliun), menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan angka tahun lalu. 

Meskipun Srinivasan tidak memberikan jangka waktunya, IMF pada awal tahun ini menyarankan pengeluaran tersebut dapat diperpanjang selama 4 tahun. 

Investor dan ekonom sangat menantikan rincian lebih lanjut mengenai rencana pemerinah China untuk membantu perekonomian yang sedang melambat. Menteri Keuangan Lan Fo’an awal bulan ini berjanji mengizinkan pemerintah daerah menggunakan obligasi khusus untuk membeli rumah yang tidak terjual. 

Beberapa hari sebelumnya, pemerintah mengumumkan pemotongan suku bunga hipotek dan memangkas uang muka minimum pembelian rumah kedua. Sekitar 50 juta rumah tangga diperkirakan akan menghemat 150 miliar yuan biaya hipotek setelah inisiatif tersebut terlaksana.

Krisis real estat telah menghapus sekitar US$18 triliun kekayaan rumah tangga, mendorong China mengalami deflasi terpanjang sejak tahun 1999, dengan data bulan ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi melambat ke level terlemah dalam enam kuartal.

Ketika ditanya berapa lama waktu yang dibutuhkan agar deflator PDB – yang merupakan ukuran umum harga dalam perekonomian – akan berubah menjadi positif, Srinivasan mengatakan hanya waktu yang dapat menjawabnya.

“Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Anda mengatasi masalah mendasar, yaitu permintaan domestik yang sangat lemah,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper