Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan prognosa anggaran subsidi energi dan kompensasi energi turun pada kuartal II/2024.
Berdasarkan catatannya, anggaran subsidi dan kompensasi energi dari APBN turun dari Rp433 triliun pada kuartal I/2024 menjadi Rp407 triliun pada kuartal II/2024.
Bahlil menyebut penurunan prognosa itu terjadi lantaran harga minyak dunia yang turun. Oleh karena itu, hanya prognosa anggaran subsidi dan kompensasi BBM saja yang turun.
Perinciannya, anggaran subsidi dan kompensasi BBM turun dari Rp174,36 triliun pada kuartal I/2024 menjadi Rp138,5 triliun pada kuartal II/2024.
"Subsidi BBM itu Rp174,36 triliun ini plus kompensasi, tetapi karena harga minyak lagi turun sekarang sampai dengan [kuartal II] 2024 kita perkirakan Rp138,5 triliun," kata Bahlil dalam Rapat Kerja Bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (13/11/2024).
Sementara itu, prognosis anggaran untuk subsidi dan kompensasi listrik tetap berada di level Rp181,63 triliun. Senada, anggaran subsidi dan kompensasi LPG juga tetap di level Rp87 triliun.
Baca Juga
Kendati, Bahlil mengatakan dana subsidi dan kompensasi itu belum tepat sasaran. Menurutnya, masih banyak kendaraan mewah yang masih menenggak BBM subsidi.
"Ternyata ya jujur saja lah, kayak kita ini kadang-kadang naik mobil kadang-kadang pake bayar subsidi ternyata mobil-mobil mewah pun memakai minyak BBM subsidi," tutur Bahlil.
Oleh karena itu, Bahlil mengatakan Presiden Prabowo Subianto memberi arahan agar subsidi bisa tepat sasaran. Menindaklanjuti itu, Bahlil menuturkan saat ini tim penggodok kebijakan subsidi energi kini memiliki tiga opsi skema penyaluran BBM subsidi. Opsi skema ini naik dibanding sebelumnya yang hanya dua.
Dia menyebut ketiga opsi skema terbaru didapat berdasarkan hasil tiga kali rapat tim kebijakan subsidi energi tepat sasaran yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
"Rapat kami sudah 2-3 kali yang bisa saya memberikan gambaran adalah sekarang tim lagi bekerja lagi mencari formulasi," kata Bahlil.
Pertama, penyaluran secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Dengan konsep ini, maka BBM akan dipasarkan di harga pasar. Masyarakat miskin akan membeli BBM dengan harga pasar ditambah uang BLT.
Kedua, skema subsidi BBM tetap berbentuk barang khusus transportasi umum dan fasilitas publik lainnya. Selain itu, sisanya lewat BLT. Artinya, transportasi umum akan mendapat harga khusus yang lebih murah, sedangkan masyarakat yang layak diberikan BLT.
"Alternatif kedua adalah yang sifatnya fasilitas umum, untuk bisa menahan inflasi, tetap dia subsidi-nya berbentuk barang. Selain itu kita pakai BLT," ucap Bahlil.
Ketiga, skema kombinasi antara BLT dan subsidi terbuka seperti yang berlaku saat ini. Artinya, pada opsi kedua, harga BBM dinaikkan lebih tinggi, tetapi masih disubsidi yang kemudian kenaikkan harganya dikompensasi lewat BLT.