Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat BUMN dari Datanesia Institute Herry Gunawan menilai wacana konsolidasi PT PLN (Persero) ke dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara, berpotensi menambah beban dan menimbulkan masalah bagi perseroan.
Dia menjelaskan, kalau kondisinya seperti sekarang, PLN akan memiliki dua kepala yakni BPI Danantara dan Kementerian BUMN dengan posisinya sebagai kuasa pemegang saham pemerintah di perusahaan pelat merah.
Oleh karena itu, segala keputusan strategis PLN harus dikomunikasikan dan minta persetujuan ke BPI Danantara serta Kementerian BUMN. Menurut Herry, hal tersebut malah memperpanjang birokrasi yang sebenarnya tidak perlu karena membuat gerak jadi lambat.
"Dalam arti ada Danantara dan ada juga Kementerian BUMN dengan posisinya sebagai kuasa pemegang saham pemerintah di BUMN, bisa jadi masuk ke Danantara akan tambah beban [bagi PLN]," ucap Herry kepada Bisnis, Rabu (20/11/2024).
Dia juga berpendapat jika PLN bergabung dengan BPI Danantara, upaya PLN untuk peningkatan ketahanan ataupun swasembada energi bisa kena imbas.
PLN, kata Herry, sudah punya rencana dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) maupun skenario bauran energi yang dikoordinasikan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan masuknya PLN ke Danantara, bisa jadi lembaga baru itu nanti punya rencana lain dalam pemanfaatan aset PLN.
Baca Juga
"Kalau tidak sinkron, ini bisa kacau dan musibah buat PLN," imbuh Herry.
Di sisi lain, Herry mengatakan , da juga keuntungan kalau PLN masuk ke Danantara. Misalnya, soal pembiayaan. Dia menyebut Danantara bisa membantu PLN untuk mencarikan pembiayaan. Ini tentunya dengan menjaminkan aset-aset gabungan BUMN gemuk di bawah Danantara.
Namun, Herry mengatakan ihwal yang seperti ini sudah bisa diatasi juga oleh PLN selama ini. Karena itu, nilai lebihnya agak sulit dicari, sekiranya posisi Danantara masih seperti sekarang.
"Maksudnya seperti sekarang, ada dualisme dengan Kementerian BUMN. Mau dibilang superholding, tapi ya nggak super. Karena pengurus BUMN masih disalurkan dari Kementerian BUMN," kata Herry.
"Begitu juga dengan keputusan strategis yang membutuhkan persetujuan pemegang saham, masih jadi kekuasaan Kementerian BUMN," sambungnya.
Danantara secara bertahap memang disiapkan sebagai cikal bakal superholding yang bakal mengonsolidasikan berbagai aset BUMN.
Pada tahap awal, dana kelolaan atau asset under management (AUM) Danantara akan mencapai US$10,8 miliar yang berasal dari Indonesia Investment Authority (INA). Selanjutnya, sebanyak tujuh BUMN bakal dikonsolidasikan ke dalam Danantara.
Adapun tujuh perusahaan pelat merah tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan holding BUMN pertambangan MIND ID.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo pun menyambangi Kantor Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara, Menteng, Rabu (20/11/2024) siang ini.
Dia menjelaskan pertemuan dengan pucuk pimpinan BPI Danantara itu sebagai bentuk silaturahmi antara satu sama lain. Menurut Darmawan, belum ada kesepakatan apapun antara PLN dengan BPI Danantara.
Kendati demikian, dia menyebut tugas PLN masih akan tetap untuk menyediakan energi bersih dengan harga terjangkau.
"Dalam hal ini tugas PLN gimana menyediakan energi bersih yang terjangkau untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8%. Tapi di saat yang sama menyeimbangkan antara growth juga environmental sustainability," kata Darmawan.