Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Petrokimia Menanti Momentum Pemulihan Tekstil

Inaplas menilai pemulihan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat mendorong peningkatan permintaan bahan baku aromatik petrokimia.
Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono (dari kiri) didampingi Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya Kementerian Investasi/BKPM Ikhsan Adi Prabowo dan Direktur Teknis Kepabeanan Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Susila Brata memberikan pemaparan pada acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Kamis (21/11/2024)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono (dari kiri) didampingi Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya Kementerian Investasi/BKPM Ikhsan Adi Prabowo dan Direktur Teknis Kepabeanan Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Susila Brata memberikan pemaparan pada acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Kamis (21/11/2024)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) tengah menantikan pemulihan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang dinilai dapat mendorong peningkatan permintaan bahan baku aromatik petrokimia.

Sekjen Inaplas Fajar Budiyono mengatakan, turunan aromatik saat ini lebih banyak diserap industri tekstil. Kendati demikian, utilisasi industri tekstil saat ini sudah berada di bawah level 50%, bahkan banyak yang menutup pabriknya. 

“Ini terbukti, terkonfirmasi dari penerimaan PPN atas tekstil pada 2023 dan 2024 itu mengalami sedikit penurunan dari sisi value rupiahnya,” kata dalam Bisnis Indonesia Forum: Dukungan Pemerintah Baru Genjot Manufaktur Petrokimia, Kamis (21/11/2024).

Bahkan, PPN dari produk impor sudah tercatat lebih besar dibandingkan pajak yang diterima dari industri dalam negeri. Hal ini menandakan barang impor yang lebih banyak mendominasi pasar domestik. 

Pihaknya pun meminta pemerintah untuk segera melakukan antisipasi sehingga momentum Lebaran tahun depan dapat dimanfaatkan oleh industri lokal. Dalam hal ini dia pun menyoroti berbagai pabrik tekstil dan garmen yang tutup. 

“Bahkan sekarang banyak industri-industri garmen yang ada di lokasi dan lain, tutup semua. Nanti kalau tidak diantisipasi, gelombang PHK akan terus. Padahal peluang ada karena China sudah mulai di-banned untuk produk tekstilnya di mana-mana dan mereka harus relokasi ke luar China,” tuturnya. 

Lebih lanjut, dia juga menyebut konsumsi listrik untuk sektor tekstil mengalami penurunan 23%. Kondisi ini menunjukkan volume produksi mengalami penurunan. Meskipun, secara nilai barang hanya sedikit turun dikarenakan kenaikan harga jual akibat pelemahan rupiah terhadap dolar AS. 

“Ini juga sudah dikonfirmasi lagi, data konsumsi listrik untuk sektor tekstil itu turun sampai 23%, artinya secara volume produksi sudah mulai turun banyak,” imbuhnya. 

Fajar mengakui industri tekstil memang terlihat mengalami pertumbuhan permintaan 5% – 6%, tetapi pertumbuhan tersebut justru dipasok oleh produk-produk impor. 

“Kenapa impor bisa masuk ke Indonesia? Itu banyak sekali yang tidak bayar wajar juga PPN, kemudian ada pelarian HS Code, HS tekstil itu ada yang tidak kena sehingga jadi celah,” tuturnya. 

Akibat dari pelemahan tekstil tersebut, industri hulu juga mulai terimbas sehingga utilisasi industri kini berada di level 60% – 70% dan akan terus mengalami tren penurunan apabila industri hilir tidak mendapatkan perlindungan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper