Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Informasi Pusat menyatakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kurang terbuka terkait rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menjelaskan bahwa berdasarkan UU No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), 90% informasi yang ada di badan publik harus terbuka. Hanya 10% informasi yang boleh ditutup, menyangkut rahasia negara, rahasia bisnis, dan rahasia pribadi.
Komisi Informasi pun menyoroti polemik rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Komisi Informasi, jelas Rospita, mencatat bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kurang terbuka sehingga muncul gelombang keresahan masyarakat.
"Pemerintah kan hanya bilang [kenaikan tarif PPN menjadi 12%] untuk kebutuhan APBN, kebutuhannya apa? Seperti apa? Bagian mana dari APBN yang perlu ditambah? Itu belum tersampaikan secara langsung kepada publik," jelas Rospita dalam konferensi pers di Kantor Komisi Informasi Pusat, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Lebih dari itu, sambungnya, masyarakat lebih membutuhkan informasi terkait pemanfaatan pajak oleh Kemenkeu. Dia mencontohkan, ke mana selama ini uang pajak masyarakat digunakan oleh pemerintah.
Jika digunakan untuk memperbaiki fasilitas kesehatan maka harus dijabarkan fasilitas apa yang diperbaiki. Jika untuk memperbaiki kualitas pendidikan maka harus didetailkan kebijakan seperti apa yang akan dikeluarkan.
Baca Juga
"Hal-hal seperti itu yang harus pemerintah sampaikan secara rinci sehingga masyarakat kemudian berpikir ulang, oh ternyata 1% yang akan ditambahkan ke pajak kami bermanfaat baik untuk kami maupun untuk banyak orang," kata Rospita.
Hanya saja, dia mengingatkan bahwa Komisi Informasi tidak bisa memberi hukuman karena sifatnya pasif. Komisi Informasi, lanjutnya, hanya bisa bertindak ketika ada pengaduan masyarakat secara tertulis.
Komisioner Komisi Informasi DKI Jakarta Agus Wijayanto Nugroho menambahkan pihaknya hanya ingin mendorong Kemenkeu untuk menjelaskan ke publik terkait dengan alasan kenaikan tarif PPN, dampaknya kepada masyarakat seperti apa.
Agus tidak menampik bahwa tarif kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sudah menyatakan kenaikan tarif PPN berguna untuk menjaga kesehatan APBN.
"Tapi kalau kebutuhan untuk masyarakat sendiri bagaimana? Terus skemanya masyarakat yang terdampak itu apa? Sehingga kompensasinya apa? Nah itu sebenarnya yang suara-suara publik yang ditangkap oleh Komisi Informasi," ujar Agus pada kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu menyatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan merupakan upaya menyejahterakan rakyat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti meyakini dampak kenaikan tarif PPN nantinya akan dirasakan oleh masyarakat. Pemerintah, klaimnya, akan mengembalikan hasil kenaikan tarif PPN ke masyarakat melalui berbagai program kesejahteraan.
"Upaya-upaya penyejahteraan tersebut antara lain melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai [BLT], Program Keluarga Harapan [PKH], Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar [PIP], Kartu Indonesia Pintar [KIP] Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi pupuk," kata Dwi kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).
Dia tidak menampik bahwa belakangan banyak terjadi penolakan dari berbagai lapisan masyarakat terhadap wacana kenaikan tarif PPN tersebut. Kendati demikian, Dwi menyatakan pemerintah tidak berhenti memberikan pengertian lebih lanjut melalui sosialisasi.