Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih mencari titik keseimbangan aturan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan pravelensi konsumsi rokok. Namun, aturan tersebut justru mengancam industri hasil tembakau (IHT).
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan dalam menciptakan kesehatan masyarakat, pemerintah juga tidak bisa mengorbankan pilar ekonomi, salah satunya industri.
"Kita harus mempertimbangkan pilar ekonomi dan pilar kesehatan ini dalam bentuk keseimbangan, mana titik keseimbangannya disana," kata Merri dalam Bisnis Indonesia Forum: Peran Industri Tembakau Nasional Terhadap Pencapaian PDB, Kamis (5/12/2024).
Dalam hal ini, dia menyoroti kesadaran dari masyarakat juga penting. Apabila pembatasan industri tembakau dilakukan secara besar-besaran maka produksi industri akan terancam berhenti. Padahal, industri merupakan pelaku usaha yang berorientasi pada keuntungan.
Terlebih, industri hasil tembakau (IHT) berkontribusi 4% terhadap APBN lewat cukai hasil tembakau (CHT). Angka tersebut bukan jumlah kecil, adapun CHT 2023 tercatat sebesar Rp213 triliun, sedangkan pada 2022 sebesar Rp218 triliun.
Sementara, Kemenperin juga mengaku tidak memiliki dana untuk pembinaan khusus bagi industri hasil tembakau (IHT). Merri menuturkan bahwa selama ini industri bertahan sendirian tanpa intervensi pemerintah.
Baca Juga
"Kami Kemenperin hanya mencoba bagaimana iklim usaha ini kondusif karena investasinya usdah ada, tenaga kerja nya sudah ada kalau 550.000 tenaga kerja langsung dikali 4 itu artinya 2 juta lebih," tuturnya.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga meluruskan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menggodok aturan turunan PP Kesehatan agar dapat sesuai dengan kepentingan seluruh stakeholder.
Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes, Sundoyo mengatakan PP kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dia memastikan pihaknya akan menerima berbagai masukkan dari berbagai pihak untuk membuat aturan turunan berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
"Ini banyak kepentingan stakeholder, satu sebenarnya yang harus kita sepakat adalah bagaimana mencari titik temu. Titik temu itulah yang kita tuangkan ke dalam peraturan menteri," jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah tengah menggodok pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP No 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) mengenai Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, termasuk penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas dan merek.
Aturan tersebut dinilai akan berdampak kepada pemutusan hubungan kerja dan membuat situasi tidak kondusif dalam mewujudkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 8% yang dikedepankan sebagai visi misi oleh Presiden Prabowo.