Bisnis.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengungkap potensi perseroan kekurangan kargo gas alam cair atau liqufied petroleum gas (LNG), sementara kebutuhan perusahaan plat merah itu mencapai 96 kargo tahun depan.
Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar mengatakan kebutuhan kargo LNG tersebut berpotensi tidak terpenuhi, kendati pasokan LNG untuk pembangkit gas PLN telah dialokasikan sebagai bahan bakar minyak (BBM) diesel.
"Tahun depan itu mau enggak mau kebutuhan PLN misalnya mencapai 96 kargo LNG, sementara produksi kita sudah dialokasikan sehingga PLN ada kemungkinan kekurangan kargo LNG di tahun depan," kata Suroso dalam Bisnis Indonesia Economy Outlook 2025, Selasa (10/12/2024).
Namun, Suroso tak memberikan detail alasan dibalik potensi kekurangan kargo LNG. Sebelumnya, tahun ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengalokasikan 76 kargo gas alam cair untuk PLN.
Berdasarkan catatan Bisnis, alokasi tahun ini untuk PLN naik 8 kargo dari baseline sepanjang 2023. Kendati pada tahun lalu, realisasi penyerapan kargo LNG dari PLN hanya berkisar 68 kargo.
Dalam hal ini, Suroso menuturkan, PLN memiliki rencana percepatan lewat program accelerated renewable energy development (ARED) yang mencanangkan pembangunan pembangkit 75% energi baru terbarukan (EBT) dan 25% gas untuk pendekatan pengurangan emisi yang agresif.
Baca Juga
Adapun, dari rencana tersebut dalam kurun waktu 15 tahun ke depan ada tambahan kapasitas pembangkit sebesar 102 gigawatt (GW) yang 75 GW di antaranya berasal dari renewable energy, mencakup dari angin 15 GW, solar atau matahari 27 GW, geothermal 7 GW, biomass 1 GW, hydro atau air 25 GW, dan baterai 32 GWh.
"Tapi itu belum bisa mencukupi yang kita perlukan sehingga sebagai fondation, tadi PLTU gak boleh, kita harus membangun gas, 22 GW untuk gas, itu besar sekali dan kalau tadi bahwa kita di tahun 2028 kalau pengembangan lapangan gas itu berjalan baik kita mencukupi," jelasnya.
Di sisi lain, PLN juga mulai melirik energi baru berasal dari nuklir atau PLTN sebesar 5 GW yang harus mulai beroperasi pada 2035.