Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyuarakan kekhawatirannya terkait dampak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang mencapai 6,5%. Terlebih, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan kepastian terkait insentif khusus sektor tertentu.
Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakri, mengatakan bahwa kenaikan upah minimum 2025 melampaui prediksi banyak pelaku industri alas kaki dan menambah beban bagi produsen sepatu dalam negeri.
“Kenaikan UMP 6,5% itu aja sudah di luar perkiraan semua pelaku industri. Apalagi itu masih belum ditambah kenaikan upah sektoral yang dilepas tanpa diatur oleh kementerian secara lebih detail,” kata Firman kepada Bisnis, Rabu (11/12/2024).
Firman mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada informasi mengenai insentif atau kebijakan pemerintah yang dapat mengurangi dampak kenaikan UMP terhadap industri alas kaki.
Kenaikan UMP yang cukup signifikan dipandang dapat menurunkan daya saing produsen sepatu Indonesia, terutama yang berfokus pada pasar ekspor.
“Kenaikan ini berdampak pada kepastian hukum, daya tahan dan daya saing perusahaan,” jelasnya.
Baca Juga
Menurut Aprisindo, insentif dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk perusahaan-perusahaan yang menghadapi kesulitan dalam membayar kenaikan UMP dan upah sektoral.
“Kalau udah gak mampu gimana mau dipaksain, berati pemerintah mau subsidi gaji karyawan?” imbuhnya.
Dalam pandangan Aprisindo, ada tiga jenis perusahaan yang layak mendapatkan perhatian pemerintah, yaitu perusahaan yang sedang dalam kesulitan dan tidak mampu membayar kenaikan UMP 2025 dan upah sektoral.
Kemudian, perusahaan yang mungkin saja mampu tapi dia kesulitan menghadapi kondisi ekonomi yg berat dan perusahaan yang kehilangan daya saing karena kenaikan UMP.
“Sebenarnya masalah utama masih tetap pada kepastian hukum dalam penatapan UMP dan upah sektoral. Kita tetap mendesak soal kepastian berusaha,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, pemerintah tengah menggodok kebijakan khusus bagi perusahaan yang mengalami kendala dalam menerapkan upah minimum 2025.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas beratnya beban perusahaan dari kenaikan upah minimum tahun depan.
Menaker Yassierli meminta kepala daerah untuk melakukan asistensi perusahaan yang mengalami kendala dalam penerapan upah minimum agar tidak terjadi PHK.
“Kami harap para PJ Gubernur mohon disampaikan kepada bupati, walikota, bahwa kita akan ada kebijakan khusus untuk itu, dan ini sedang digodok,” kata Yassierli dalam sosialisasi kebijakan upah minimum 2025, Senin (9/12/2024).
Dia menyampaikan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tengah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengenai kebijakan khusus tersebut.
Pemerintah, kata dia, tengah berupaya untuk mencari kebijakan terbaik agar kenaikan upah minimum tak semakin memberatkan perusahaan tersebut.
“Kita sedang mencari kebijakan paling baik untuk mereka agar keputusan terkait tentang UMP ini tidak semakin memberatkan perusahaan tersebut,” ujarnya.