Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi AS meningkat hingga 2,7% pada November 2024, hal tersebut sesuai dengan perkiraan pelaku pasar dan membuka jalan bagi perkiraan penurunan suku bunga The Fed pada minggu depan.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan pada Rabu (11/12) Indeks Harga Konsumen (IHK) pada November 2024 tumbuh 2,7% secara tahunan (YoY). Angka tersebut juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni pada Oktober yang tumbuh 2,6%.
Penilaian pasar menunjukkan bahwa investor kini memperkirakan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar seperempat poin pada bulan Desember sebesar 98% , naik dari kurang dari 90% sebelum angka inflasi terbaru dirilis.
Brian Levitt, ahli strategi pasar global di Invesco mengatakan angka-angka tersebut sangat sesuai dengan zona nyaman The Fed dan mendukung penurunan suku bunga pada pertemuan berikutnya.
"Pemotongan seperempat poin pada minggu depan akan membawa suku bunga ke kisaran target baru sebesar 4,25-4,5%," kata Levitt dikutip dari Financial Times, Rabu (11/12/2024).
Meski begitu, Levitt menambakan, pergerakan tahun depan masih kurang pasti, karena bank sentral bergulat dengan mandat gandanya untuk menjaga inflasi mendekati 2 persen dan menjaga pasar tenaga kerja yang sehat.
Baca Juga
Sementara itu, kepala strategi global di JP Morgan Asset Management David Kelly mengatakan penurunan suku bunga pada bulan Januari tidak mungkin terjadi dan bahwa The Fed sekarang memiliki “peluang untuk secara diam-diam menetapkan jalur penurunan suku bunga yang lebih moderat pada tahun 2025”.
Seiring dengan rilis data inflasi tersebut, saham-saham AS di bursa Wall Street naik tajam pada perdagangan Rabu (11/12), dengan indeks acuan S&P 500 bertambah 0,7% dan indeks komposit teknologi Nasdaq melonjak 1,3%.
Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil Treasury dua tahun yang sensitif terhadap kebijakan, yang bergerak berbanding terbalik dengan harga, lebih rendah 0,03 poin persentase menjadi 4,12%.
Data pada hari Rabu menunjukkan bahwa secara bulanan, baik inflasi umum maupun inflasi inti – yang tidak termasuk harga pangan dan energi – naik 0,3 persen pada bulan November. Secara tahunan, inflasi inti naik 3,3 persen.
Sebagian besar kenaikan harga dari bulan ke bulan disebabkan oleh kenaikan 0,3 persen pada indeks hunian, yang melacak biaya-biaya terkait perumahan. Namun indikator-indikator lain menunjukkan bahwa biaya-biaya tersebut telah menurun, karena indeks shelter tertinggal dari data lainnya selama sembilan bulan hingga satu tahun.
Ketika harga perumahan, pangan, dan energi tidak termasuk, inflasi jasa naik 0,19% pada bulan tersebut, turun dari 0,3 persen pada bulan Oktober.
Para pejabat Fed telah membahas perlambatan laju pemotongan suku bunga ketika suku bunga mencapai pengaturan yang lebih 'netral' yang cukup tinggi untuk menjaga inflasi tetap terkendali, namun cukup rendah untuk melindungi pasar tenaga kerja.
Mereka berpendapat bahwa jika mereka menurunkan suku bunga terlalu cepat, inflasi mungkin akan tertahan di atas target 2%, namun jika dilakukan terlalu lambat dapat menimbulkan risiko peningkatan tajam dalam tingkat pengangguran.
Pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa ekonomi yang kuat berarti bank sentral bisa 'bersedia' untuk lebih berhati-hati” mengenai penurunan suku bunga.
Beberapa pejabat di pemerintahan Biden telah menyatakan kekhawatiran bahwa kebijakan Trump akan merusak perekonomian setelah ia kembali ke Gedung Putih bulan depan.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pekan ini bahwa tarif besar-besaran yang diusulkan oleh Trump dapat 'menggagalkan' kemajuan dalam mengendalikan inflasi.
“[Tarif] akan berdampak buruk pada daya saing beberapa sektor perekonomian Amerika Serikat, dan secara signifikan dapat meningkatkan biaya bagi rumah tangga,” katan Yellen pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Wall Street Journal.
Di sisi lain, Kelly berpendapat bahwa sinyal The Fed pada minggu depan bahwa pihaknya memperlambat laju penurunan suku bunga dapat menunda atau bahkan menghilangkan risiko bentrokan dengan Trump.
“Suatu hari nanti, ada sesuatu yang tidak beres dalam perekonomian dan pasar, dan The Fed akan disalahkan dan hal ini akan menyebabkan konfrontasi – hal ini hampir tidak bisa dihindari,” katanya.
“Tetapi hal ini akan menjadi tidak menyenangkan jika hal itu terjadi, jadi saya pikir The Fed ingin menundanya sebisa mungkin,” pungkasnya.