Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Minta Pemerintah Jelaskan Dampak Kompensasi PPN 12% ke Inflasi dan Daya Beli

Penjelasan pemerintah penting agar paket kebijakan atau stimulus tidak menimbulkan distorsi di pasar, hingga spekulasi harga oleh pihak tertentu.
Pedagang beraktivitas di pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Abdurachman
Pedagang beraktivitas di pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Selasa (15/10/2024). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XI DPR meminta pemerintah menjelaskan secara detail dampak pemberian paket kebijakan insentif fiskal ke laju inflasi dan daya beli masyarakat.

Paket kebijakan insentif fiskal itu sendiri diumumkan pemerintah pada Senin (16/12/2024) kemarin, sebagai kompensasi kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro menjelaskan tarif PPN 12% merupakan upaya reformasi perpajakan yang disepakati pemerintah dan DPR dalam Undang-undang Nomor 7/2021 tengang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Oleh sebab itu, kenaikan tarif PPN merupakan suatu keniscayaan.

Dia pun mengapresiasi pemerintah yang tetap memberikan pengecualian PPN 0% bagi bahan pokok dan mempertahankan tarif 11% untuk gula industri, tepung terigu, dan Minyakita. Hanya saja, Fauzi melihat pemerintah belum menjelaskan secara detail dampak kebijakan tersebut ke laju inflasi hingga daya beli masyarakat.

"Komisi XI secara khusus mendorong pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan implementasi kebijakan ini agar tidak menimbulkan distorsi di pasar, termasuk potensi spekulasi harga oleh pihak tertentu," jelas Fauzi dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).

Di samping itu, politisi Partai Nasdem itu juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan tambahan program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan.

Komisi XI, sambungnya, mewanti-wanti ihwal transparansi dalam penggunaan tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN. Pemanfaatan penerimaan tambahan anggaran tersebut didorong agar digunakan untuk program-program yang berdampak langsung seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur dasar.

"Komisi XI akan terus memantau pelaksanaan kebijakan ini dan membuka ruang dialog dengan pemerintah serta pelaku usaha untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan penerimaan perpajakan sangat diperlukan untuk biaya berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Akibatnya, PPN harus tetap naik.

Hanya saja, sebagai mengkompensasi, pemerintah keluarkan kebijakan insentif fiskal agar kenaikan PPN tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.

"Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

Berikut Daftar Skema Insentif Fiskal 2025:

  • Beras, daging, telur, sayur, buah-buahan, garam, gula konsumsi, tetap bebas PPN.
  • Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap bebas PPN.
  • MinyakKita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah).
  • PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025.
  • PPh Pasal 21 karyawan industri padat karya yang bergaji sampai dengan Rp10 juta, ditanggung pemerintah
  • Diskon Listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai 2.200 VA selama Januari—Februari 2025
  • Bantuan pangan/beras tiap keluarga 10 kg untuk 16 juta kader pembangunan manusia (KPM) selama Januari—Februari 2025
  • Diskon PPN 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar
  • Pekerja yang mengalami PHK akan diberikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan dan kartu prakerja.
  • Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untuk produktivitas di sektor padat karya.
  • Bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan.
  • Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% untuk KBLBB CKD dan CBU (kendaraan bermotor listrik berbasis baterai yang diimpor dalam keadaan utuh dan dalam keadaan terurai lengkap)
  • PPN ditanggung pemerintah (DTP) 10% KBLBB CKD
  • Bea masuk nol untuk KBLBB CBU.
  • PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) DTP 3% kendaraan listrik hybrid. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper