Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menyakini target pertumbuhan ekonomi 8% tidak dapat dilepaskan dari pembangunan infrastruktur yang selama ini sudah masif dilakukan, tetapi sayangnya masih banyak hambatan yang dihadapi oleh sektor ini.
Peneliti Indef Ariyo Irhamna menuturkan dengan berkaca kepada pengalaman sebelumnya, tekanan yang besar untuk mewujudkan infrastruktur yang prima, terkadang melahirkan kegagalan koordinasi. Hal ini mengakibatkan rata-rata hasil proyek yang telah dibangun menjadi tak optimal.
Dia pun memberikan beberapa rekomendasi perbaikan, antara lain dengan memperkuat pelaksanaan studi kelaikan atau feasibility study yang komprehensif. Studi tersebut, lanjutnya, juga harus disertai dengan kajian yang berkaitan dengan perubahan iklim serta lingkungan hidup.
Hal ini, menurutnya, diperlukan karena investor serta lembaga pembiayaan saat ini sangat memperhatikan isu-isu tersebut sebelum memutuskan untuk turut serta dalam pembiayaan sebuah proyek infrastruktur.
Dia menegaskan kurang baiknya studi kelayakan proyek yang membuat proyek selalu mundur atau bahkan tidak dibangun karena tidak menarik minat investor serta membuat hasil akhir proyek tidak maksimal menjawab harapan profit investor.
"Terkait penyiapan areal komersial dari suatu proyek infrastruktur, mesti dilakukan sejak tahap perencanaan. Penyusunan areal ini perlu melibatkan pihak swasta sejak awal. Dengan adanya penyusunan areal tersebut sejak semula, pihak swasta bisa memperhitungkan nilai keuntungan yang bakal diperoleh jika turut membiayai infrastruktur itu," ujarnya, dikutip pada Senin (23/12/2024).
Baca Juga
Selain itu, kurangnya koordinasi dan rumitnya birokrasi juga masih menjadi tantangan menarik investor ke-depannya.
"Belum adanya digitalisasi perizinan yang merata di berbagai daerah hingga isu dan standar lingkungan yang belum memadai juga menjadi tantangan mendatangkan investor," katanya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Peraturan dan Pengembangan Kebijakan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kementerian Keuangan Lalu Taruna Anugerah mengatakan, pemerintah hanya mampu menangani 37% pendanaan proyek infrastruktur. Sisanya, 73% memanfaatkan dana investor.
"Untuk itu kita harus membuat investor tertarik mendanai proyek infrastruktur kita tapi juga menguntungkan. Karena swasta mendanai yang profit oriented," jelasnya.
Hal ini pun menjadi salah satu tantangan pemerintah dalam menyajikan proyek-proyek yang dibutuhkan masyarakat tetapi tetap memiliki nilai untung bagi investor.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga berupaya agar bisa mendekati pendanaan global seperti sovereign wealth fund (SWF). Menurutnya, sudah ada beberapa negara yang mendanai proyek infrastrukturnya melalui SWF atau lembaga pengelola investasi.