Padahal, pertumbuhan produksi nikel yang ideal pada 2024 diprediksi hanya mencapai kisaran 17%. Tak mengherankan, harga nikel masih melanjutkan pelemahan sepanjang 2024 setelah jatuh sekitar 45% pada tahun lalu.
JP Morgan, dalam riset bertajuk Asean Metals, Indo Auto & Consumer pada awal Desember 2024, melaporkan bahwa hingga akhir November harga nikel di LME telah terkoreksi 3% secara bulanan (month-to-month/mtm)). Pada saat yang sama, harga sulfat juga terus merosot 8% MtM, dan nickel pig iron (NPI) mengalami penurunan sebesar 6% mtm.
Penurunan tersebut antara lain dipicu penguatan dolar AS menyusul hasil pemilu Negeri Paman Sam serta pemulihan permintaan yang tidak pasti. Adapun, kelebihan pasokan nikel paling berdampak pada nikel sulfat karena kapasitas produksi baru untuk menyokong pasokan untuk 3–4 tahun ke depan.
"Sebagian besar pembatasan pasokan oleh pemerintah Indonesia memengaruhi rantai nilai bijih bermutu tinggi. Akan tetapi, rantai nilai sulfat di Indonesia menggunakan bijih bermutu rendah. Nikel kelas satu juga terus mengalami penumpukan inventaris yang didorong oleh stok China," jelas para analis JP Morgan.
Alhasil, melonjaknya pasokan dari Indonesia dan pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan telah membebani pasar dan memaksa beberapa produsen di negara lain untuk menghentikan operasinya.