Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Ragu Coretax Bisa Tambah Penerimaan Pajak Rp1.500 Triliun

Pengamat menilai potensi penerimaan pajak Rp1.500 triliun dari Coretax tidak masuk akal.
Ilustrasi sistem inti pajak atau Core Tax Administration System (CTAS)./ Dok Freepik
Ilustrasi sistem inti pajak atau Core Tax Administration System (CTAS)./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar meragukan klaim Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan yang menyatakan Coretax alias sistem inti administrasi perpajakan bisa menambah penerimaan pajak hingga Rp1.500 triliun.

Fajry mengaku belum pernah mengukur berapa potensi penerimaan pajak dari penerapan Coretax. Hanya saja, angka Rp1.500 triliun secara logika tidak masuk akal.

"Kalau dibilang berpotensi menghasilkan penerimaan sampai Rp1.500 triliun sangat tidak realistis," ujar Fajry kepada Bisnis, Kamis (9/1/2025).

Logikanya, sambung Fajry, jika pemerintah berhasil menambah penerimaan pajak hingga Rp1.500 maka tidak perlu adalagi strategi perpajakan lain.

Dengan penerapan Coretax, dia menegaskan target penerimaan pajak dengan mudah akan tercapai. Pemerintah, tambahnya, hanya perlu konsisten menerapkan Coretax.

"Tak perlu ada kebijakan perpajakan baru. Kita semua berharap pada Coretax," kata Fajry.

Lebih lanjut, dia mengaku tidak bisa membayangkan efek positif rencana pemerintah mempersulit urusan administrasi para pengemplang pajak. Luhut sendiri meyakini dengan mempersulit urusan administrasi para pengemplang pajak, tingkat kepatuhan pajak akan meningkat.

Masalahnya, ujar Fajry, harus ada landasan hukum yang jelas apabila pemerintah ingin menerapkan kebijakan tersebut. Dia mencontohkan, atas dasar apa orang yang mengemplang pajak tidak boleh mengurus paspor.

"Belum lagi kalau yang masih dalam sengketa, bagaimana? Apakah juga tidak bisa menggunakan fasilitas publik tertentu? Kalau iya, tentu tidak fair [adil]," ungkapnya.

Sejalan dengan itu, jika yang disasar para pengemplang pajak yang sudah berkeputusan hukum atau inkrah maka Fajry menilai akan lebih baik apabila pemerintah perkuat penagihan.

Klaim Luhut

Diberitakan sebelumnya, Luhut meyakini jika pemerintah ingin menambahkan penerimaan pajak maka sistem yang terdigitalisasi seperti Coretax merupakan suatu keniscayaan.

Dia menjelaskan Coretax akan memaksimalkan pengelolaan data wajib pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, sambungnya, data menjadi hal terpenting.

Luhut mengaku Coretax merupakan suatu sistem yang juga dianjurkan oleh World Bank alias Bank Dunia. Dia pun mengutip pernyataan Bank Dunia terkait dampak dari penerapan Coretax ke penerimaan negara.

"Menurut mereka kalau kita bisa lakukan program ini [Coretax], itu bisa kita dapat 6,4% dari GDP [produk domestik bruto] atau setara kira-kira Rp1.500 triliun," ungkap Luhut dalam konferensi pers di Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).

Pensiunan tentara itu pun mengungkapkan pihaknya sudah mengkaji klaim dari Bank Dunia itu. Menurutnya, Dewan Ekonomi Nasional mendapatkan angka-angka yang kurang lebih sama.

Sementara itu, Luhut meyakini Coretax juga akan mempermudah pemerintah mengindentifikasi para pengemplang pajak. Dengan Coretax, Direktorat Jenderal Pajak bisa membuat profil wajib pajak berdasarkan data-data aktivitas ekonominya yang terdigitalisasi.

Dengan data tersebut, pemerintah tahu apakah individu atau korporasi telah membayarkan kewajiban pajak sesuai profilnya atau tidak.

Jika tidak maka pemerintah bisa mempersulit urusan administrasi para wajib pajak, baik individu atau korporasi. Luhut pun mencontohkan kesulitan individu yang melakukan pengemplangan pajak.

"Kamu ngurus paspor mu, tidak bisa karena kamu belum bayar pajak. Kamu memperbarui SIM-mu, enggak bisa karena kau belum bayar ini [pajak]. Jadi, semua ngerti," ujar Luhut dalam konferensi pers di Kantor Dewan Ekonomi Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).

Begitu juga dengan korporasi, yang akan dipersulit urusannya apabila menghindari atau tidak sesuai melakukan pembayaran pajak. Jika sebuah perusahaan ingin mengimpor barang tetapi data pemerintah menyatakan badan tersebut tidak patuh pembayaran pajak maka kontainernya akan diblokir oleh Bea Cukai.

Sebaliknya, Luhut mengungkapkan jika suatu perusahaan membayar kewajiban pajaknya selalu tepat waktu dan sesuai profilnya maka segala urusan administrasi ketika melakukan impor akan dipermudah Bea Cukai.

"Kalau data saya baik, mesin itu akan release [meliris barang impornya]. Jadi, tidak perlu antri," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper