Bisnis.com, JAKARTA - Kemunculan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) di wilayah pesisir Tangerang, Banten yang hingga kini belum diketahui siapa pemiliknya tengah menjadi sorotan publik.
Berdasarkan pantauan Bisnis, lokasi pagar misterius yang dipasang itu berada jauh di tengah laut. Perlu waktu setidaknya 2 jam via laut untuk tiba di lokasi pemasangan pagar itu.
Tim Bisnis berangkat dari Pelabuhan Muara Baru pada pukul 13.58 WIB dan baru tiba di lokasi pada pukul 16.00 WIB. Adapun, pagar laut tersebut berlokasi di Desa Cituis, Kecamatan Pakuhaji, Banten.
Saat tiba di lokasi, cerucuk pagar yang membentang sepanjang 30,16 km itu tengah dilakukan pemasangan spanduk pemberhentian aktivitas pemagaran oleh Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelauan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Untuk diketahui sebelumnya, Panjang 30,16 km itu meliputi 6 kecamatan dengan perincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda No.1/2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
Baca Juga
Sementara itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pertama kali mendapat informasi mengenai keberadaan pagar laut ini pada 14 Agustus 2024. Pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024.
Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
Kemudian pada 4-5 September 2024, pemprov Banten bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi.
Investigasi
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kusdiantoro mengatakan pihaknya bakal mendorong penyelesaian masalah pemagaran laut tersebut.
Kusdiantoro mengatakan penyelesaian masalah pagar laut di Tangerang melibatkan berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono menambahkan bahwa pagar laut yang terpasang sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda No.1/2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
“Sedang kami dalami. Nanti kalau sudah akan kami kabari,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono kepada Bisnis, Rabu (8/1/2025).
Sementara itu, Ombudsman RI melakukan Investigasi Atas Prakasa Sendiri (IAPS) tentang kemunculan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten.
Anggota Ombudsman RI, Dr. Hery Susanto mengatakan pemagaran yang menggunakan pagar bambu dan cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter telah mengganggu aktivitas nelayan.
"Pemagaran laut di kawasan Tangerang telah menjadi sorotan terutama dari sudut pandang Ombudsman. Isu ini tak lepas dari pelanggaran hak masyarakat yang sering kali diabaikan dalam proses pengambilan keputusan," ujar Herry dikutip dari laman resmi Ombudsman, Kamis (9/1/2025).
Ombudsman, imbuhnya, menekankan bahwa transparansi dan partisipasi masyarakat merupakan kunci dalam setiap proyek yang memiliki dampak langsung pada lingkungan dan kehidupan sosial warga.
Hery juga menyampaikan pagar bambu yang dipasang tanpa izin tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga mengganggu aliran air laut dan merusak habitat laut.
Ombudsman RI berharap Pemerintah melalui Kementerian terkait segera mengatasi permasalahan ini guna melindungi kepentingan nelayan dan kelestarian ekosistem laut.
“Kami berharap adanya sinergi dan kerjasama dari semua pihak Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah duduk bersama berkoordinasi dan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah ini bagi masyarakat yang terkena dampaknya” ujar Hery.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Fatika Hendra menjelaskan temuan pagar laut itu diketahui usai Ombudsman melakukan kunjungan kerja langsung ke lokasi pada (5/12/2024). Dia menegaskan, kehadiran pagar laut itu mengganggu mobilitas para nelayan.
"Kehadiran kami di sini adalah untuk memastikan pelayanan publik yang berkaitan dengan akses masyarakat tetap berjalan dengan baik dan adil," jelas Yeka dalam keterangan resmi dikutip Kamis (9/1/2025).
Tak berhenti sampai di situ, Yeka menyebut adanya indikasi pemagaran laut yang berdampak besar pada akses masyarakat pesisir. Pagar bambu berlapis-lapis terlihat membatasi pergerakan kapal nelayan, sementara penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi. Padahal, tambah Yeka, wilayah yang menjadi lokasi pemagaran bukanlah masuk ke dalam kawasan PSN yang digagas oleh PIK 2.
“Ini jelas bukan kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN). Kok ada pemasangan pagar bambu di laut hingga 1 km dari pinggir laut? Ini jelas merugikan nelayan. Tidak kurang dari Rp8 miliar nelayan rugi gara gara pagar bambu ini. Saya ragu kalau Aparat Penegak Hukum (APH) tidak tahu hal ini. Pagar bambu berlapis-lapis ini harus segera dicabut, demi pelayanan terhadap nelayan," ujarnya.
Di samping kemunculan pagar laut itu, Yeka juga mengungkap temuannya terkait dengan adanya aktivitas penimbunan tambak dan sungai yang dilakukan tanpa izin. Pasalnya, apabila tak segera dihentikan tindakan itu bakal mengancam kelestarian ekosistem.
Untuk itu, Ombudsman berharap pemerintah dapat segera turun tangan mengatasi masalah tersebut. Sebagai langkah awal penanganan, Ombudsman RI mengaku bakal terus memantau perkembangan kasus tersebut bersama dengan sejumlah pihak terkait.
Di sisi lain, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi ikut mendorong pemerintah membuka seluas-luasnya informasi mengenai PSN PIK 2 agar permasalahan tersebut tak lagi terjadi.
"Pemerintah harus transparan dan memberikan penjelasan kepada publik mengenai PSN. Utamanya terkait luasan, lokasi, peruntukan, dan proses pelibatan masyarakat yang bermakna, dalam arti yang langsung terdampak," pungkasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan pihak PT Pantai Indah Kapuk 2 Tbk. (PANI) selaku entitas usaha yang menggarap PSN PIK 2 belum memberikan jawaban ketika Bisnis mencoba mengonfirmasi perihal temuan pagar laut tersebut.