Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap bahwa cabai mengalami surplus pada Januari 2025. Namun, harganya terus mengalami kenaikan di lapangan.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Andi Muhammad Idil Fitri mengatakan bahwa rata-rata harga cabai rawit dalam dua minggu melonjak signifikan, baik untuk harga konsumen maupun di tingkat petani.
Jika dibandingkan harga minggu kedua Januari 2025 terhadap minggu pertama Januari 2025, rata-rata harga mingguan cabai rawit merah di tingkat produsen dan konsumen masih naik di atas harga acuan penjualan (HAP) konsumen dan HAP produsen.
Untuk diketahui, HAP konsumen di rentang Rp40.000–Rp57.000 per kilogram. Sementara itu, HAP produsen di rentang Rp25.000–Rp31.500 per kilogram.
Kendati demikian, Andi mengeklaim bahwa sistem peringatan dini (early warning system) mencatat ketersediaan cabai rawit masih menunjukkan surplus. Sementara itu, produksi cabai rawit di Januari 2025 adalah 111.041 ton, sedangkan kebutuhan bulanan adalah 87.692 ton.
“Itu [cabai rawit] di neraca bulanan dan neraca kumulatif kita masih surplus. Untuk neraca produksi, neraca cabai rawit kita di Januari ada neraca bulanan di 23.349 ton,” kata Andi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (13/1/2025).
Baca Juga
Untuk cabai merah keriting, jika dibandingkan harga minggu kedua Januari 2025 terhadap minggu pertama Januari 2025. Harga rata-rata tingkat petani turun 1,72%, namun harganya masih di atas HAP produsen. Sementara itu, harga rata-rata tingkat konsumen turun 1,5%, namun masih dalam rentang HAP konsumen.
Adapun, HAP konsumen cabai merah keriting adalah Rp37.000–Rp55.000 per kilogram. Sedangkan HAP produsen di rentang Rp22.000–Rp29.600 per kilogram.
Beranjak ke cabai besar, Kementan menyebut bahwa ketersediaan cabai besar nasional juga masih surplus. Di mana, produksi cabai besar pada Januari 2025 adalah 120.376 ton. Di sisi lain, kebutuhan bulanan cabai besar hanya 83.950 ton.
“Cabai besar nasional kita masih surplus, baik neraca bulanan maupun neraca kumulatif. Untuk Januari masih ada 36.426 ton, tentunya tersebar di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Biang Kerok
Lebih lanjut, Kementan juga mengungkap biang kerok peningkatan harga cabai dalam dua minggu terakhir terjadi akibat cuaca yang ekstrem, di mana bencana banjir di dataran rendah. Alhasil, potensi kehilangan produksi cabai akibat banjir mencapai 70-87%.
Andi menambahkan, curah hujan yang tinggi juga menyebabkan di hampir semua wilayah daerah sentra pertanaman cabai tergenang. Selain itu, juga ada bencana yang mengakibatkan kerusakan areal cabai, serta angin kencang yang mengakibatkan kerusakan areal tanam cabai.
Selain itu, adanya anomali cuaca berakibat terjadinya peningkatan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Serangan terjadi merata di seluruh daerah sentra. “Kita tahu bahwa komoditas cabai ini sangat-sangat rentan terhadap serangan OPT,” jelasnya.
Mahalnya harga cabai juga imbas dari rendahnya harga jual cabai merah beberapa waktu. Kondisi ini menyebabkan para petani tidak merawat tanamkan yang sudah kondisi siap panen.
“Petani juga banyak mengganti komoditas yang diusahakan, terutama petani baru yang tidak terbiasa menanam cabai rawit,” pungkasnya.