Bisnis.com, JAKARTA — Pajak minimum global alias Global Anti-Base Erosion Rules atau GloBE sebesar 15% resmi berlaku mulai 1 Januari 2025, yang ditujukan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat.
Sementara pemerintah memiliki sederet insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance berupa pengurangan atau pembebasan pajak dalam menarik investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat insentif pajak tersebut memang akan menjadi hambatan dalam penerapan kebijakan secara optimal.
"Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti penerapan Qualified Domestic Minimum Top-Up Tax [QDMTT], yang memungkinkan negara untuk mengenakan pajak tambahan secara domestik kepada perusahaan multinasional," ujarnya, Kamis (16/1/2025).
Menurutnya, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa pajak minuman global akan mengurangi efektivitas dari kebijakan insentif pajak seperti tax holiday dan juga tax allowance.
Yusuf menuturkan dengan adanya kebijakan ini, negara-negara berkembang seperti Indonesia—yang kerap kali menggunakan insentif pajak untuk mendorong masuknya investasi—kemudian berpikir ulang meninjau kembali apakah pemberian insentif pajak masih relevan dengan kondisi saat ini.
Baca Juga
"Termasuk di dalamnya melihat apakah aspek dari pemberian insentif pajak itu bertentangan dengan kebijakan pajak minimum global yang diterapkan saat ini," lanjutnya.
Pada dasarnya, kebijakan pajak minimum global yang ditujukan untuk perusahaan multinasional beromzet minimal 750 juta euro merupakan langkah penting dalam upaya menciptakan keadilan pajak di tingkat internasional.
Dengan menetapkan tarif pajak minimum 15%, kebijakan ini bertujuan untuk menutup celah yang selama ini dimanfaatkan oleh perusahaan besar untuk menghindari kewajiban pajak melalui praktik pengalihan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak rendah.
Setidaknya, kebijakan tersebut memiliki keuntungan. Salah satunya, mampu mengurangi erosi basis pajak dan pengalihan laba (Base Erosion Profit Shifting/BEPS), yang selama ini menjadi tantangan besar bagi banyak negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia.
"Melalui penerapan pajak minimum global, penerimaan pajak dari perusahaan multinasional dapat meningkat, yang tentunya berdampak positif pada pendapatan negara," ungkapnya.
Dari keuntungan dan tantangan yang ada, Yusuf memandang kebijakan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan keadilan pajak dan pendapatan negara. Namun, implementasinya harus disertai dengan penguatan regulasi domestik, kolaborasi internasional, dan peningkatan kapasitas pengawasan pajak.
Pada akhirnya, negara-negara, termasuk Indonesia, dapat memanfaatkan kebijakan ini untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan adil.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu pun mencari cara untuk mengatasi pemberian insentif pajak tersebut yang dirasa kurang efektif apabila pajak minimum global berlaku.
Meski demikian, pemerintah belum menyampaikan solusi dari kombinasi pajak tersebut.
"Pemberian insentif pajak saat ini akan menjadi kurang efektif karena penerapan pajak minimum global. Kami sedang berusaha mengatasi itu," ujarnya dalam The 2nd International Tax Forum, Selasa (24/9/2024).